Catatan Kepala: ”Tidak seorang pun tahu pasti yang akan
terjadi dimasa depan. Namun kita bisa memperkirakannya dari cara hidup masa
kini.”
Presenting the future. Kalimat yang menarik, bukan? Membawa
masa depan kepada kekinian. Maaf, kalimat ini bukan sebuah jargon yang sekedar
enak didengar atau keren untuk diucapkan. Bagi saya, kalimat itu memiliki makna
yang teramat dalam. Mengapa? Karena kita semua menginginkan masa depan yang
lebih baik, bukan? Kita terikat kepada masa depan. Itulah sebabnya mengapa kita
menabung. Mengapa kita bekerja. Mengapa kita menjalani hari-hari kita dengan
yang seharusnya. Karena jika tidak ada masa depan, mungkin kita sudah sejak
lama menyerah. Jika tidak ada masa depan, mengapa Anda mau bersusah payah
melakukan pekerjaan itu? Jika tidak ada masa depan, mengapa Anda masih mau
keluar rumah pagi-pagi sekali, berjibaku dibawah tatapan matahari, dan baru
pulang dimalam hari? Masa depan, itulah alasan kita. Pertanyaannya adalah; masa
depan kita akan menjadi seperti apa ya……?
Pekan lalu, saya berkesempatan untuk menjadi narasumber
dalam sharing session di The Jakarta Futures Exchange (JFX). Dalam hubungan
dengan JFX itulah saya pertama kali mengenal motto itu. Sekarang Anda tahu jika
kalimat itu bukan saya yang membuat. Saya meminjamnya dari JFX yang tengah
berbenah diri melakukan perubahan untuk menuju masa depan yang lebih baik.
Jauh-jauh ngomongin JFX, buat kita pribadi apa manfaatnya? Oh, banyak sekali.
Kalau JFX melakukan perubahan di tingkat korporasi, maka kita bisa melakukannya
di tingkat pribadi. Perusahaan berbicara soal visi. Kita pun sama-sama ingin
melihat masa depan yang lebih baik. Maka presenting the future itu memiliki
revelansi yang tinggi dengan proses pertumbuhan setiap pribadi. Bagi Anda yang
tertarik menemani saya belajar dari motto presenting the future, saya ajak
memulainya dengan memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™),
berikut ini:
1. Mulai dengan membidik ke masa depan.
Membidik
ke masa depan adalah langkah pertama yang perlu kita lakukan. ‘The future’,
kalau kata teman-teman di JFX. Dimasa depan ada begitu banyak alternatif atau
pilihan berupa berbagai kemungkinan. Nah, kita mau memilih kemungkinan yang
mana. Sederhananya, kita ingin mewujudkan masa depan seperti apa. Jadi dasarnya
bukanlah menebak-nebak masa depan kita ‘akan’ menjadi seperti apa. Melainkan
kita merancangnya ‘supaya’ menjadi seperti apa. Lho, apakah ada bedanya? Ada.
Meramalkan akan menjadi seperti apa masa depan itu hanya sekedar ‘nrimo’. Hanya
meneropong. Apapun yang akan terjadi, ya kita sekedar tahu. Kalau sudah tahu,
so what? Kalaupun ada gunanya hanya sedikit. Tetapi merancangnya supaya menjadi
apa, memiliki arti yang berbeda sekali. Itu adalah geliat. Cita-cita. Atau
tekad. Kita melihat adanya kemungkinan
bahwa masa depan kita akan menjadi seperti yang kita inginkan. Maka begitu
melihat alternatif itu, kita membidiknya kearah itu. Bukankah kita selalu
mempunyai kemerdekaan untuk berjalan kearah mana saja? Jika demikian, kita pun
merdeka untuk membidik masa depan pada opsi atau pilihan kemungkinan yang mana
pun.
2. Tetap berpijak kepada hari ini.
Mengejar
masa depan sering membuat kita lupa untuk berpijak pada hari ini. Padahal,
tidak ada masa depan yang ‘putus hubungan’ dengan hari ini. ‘The present’,
teman-teman di JFX bilang. Ada keterkaitan erat antara the future dengan the
present. Maka tugas kita adalah ‘presenting the future’, yaitu; menjadikan masa
depan sebagai agenda utama kita hari ini. Sederhananya, kita perlu mengindahkan
tindakan dan perilaku kita hari ini agar bisa mendukung terwujudnya masa depan
yang kita inginkan. Mari perhatikan sekali lagi, betapa kita mengimpikan masa
depan yang indah dan menyenangkan. Kita tahu bahwa untuk mewujudkannya kita
harus memiliki kualitas pribadi tertentu, misalnya. Namun, hari-hari kita tidak
dijalani dengan usaha untuk mengasah diri hingga mencapai tingkatan yang
memungkinkan kita mewujudkan masa depan itu. Jika kita menyia-nyiakan hari ini,
maka jalan menuju ke masa depan yang kita inginkan akan menjadi semakin
panjang. Sebaliknya jika kita benar-benar mengoptimalkan ‘hari ini’, maka kita
memiliki peluang lebih besar untuk meraih apa yang kita inginkan.
3. Lintasi naik-turun perjalanannya.
Jika
kita masih merasa perjalanan ini hanya menanjak saja atau menurun melulu,
mungkin kita belum berjalan cukup jauh. Jadi, jangan dulu mengeluh. Beratnya
tanjakan. Atau mengerikannya turunan curam. Itu hanya sementara saja. Jika
yakin bahwa itu jalan terbaik menuju ke masa depan yang kita inginkan itu, maka
tidak ada pilihan lain kecuali menjalaninya, bukan? Kecuali jika Anda tidak
yakin. Ya jangan tinggal terus di jalan itu dong. Cari, jalan mana yang Anda
yakini. Harga komoditas juga sama; kadang naik, kadang turun. Saat naik
teman-teman di JFX gembira karena kenaikan itu mengindikasikan peluang
mendapatkan laba. Pada saat turun juga teman-teman JFX tetap gembira, karena
itu mengisyaratkan untuk bersiap-siap menanamkan investasinya. Kita, mungkin perlu
belajar kepada mereka. Agar ketika melintasi jalan mendaki kita tetap optimis
bahwa pendakian itu akan membuat nilai diri kita semakin tinggi. Sedangkan
ketika meluncur pada turunan curam, kita juga tetap yakin bahwa turunan itu
bisa menumbuhkan rasa syukur yang mendalam. Dengan begitu, kita selalu memiliki
optimisme yang ditemani oleh rasa syukur. Sebab, optimisme memberi kita energy
untuk terus melangkah. Sedangkan rasa syukur memampukan kita untuk menikmati
apa yang kita miliki. Jadi, saat melintasi jalur naik dan turunnya; ya jalani
saja.
4. Waspada terhadap berbagai godaannya.
Di
sepanjang perjalanan kita ada banyak sekali persimpangan, perempatan atau
pertigaan. Banyak juga jalan kecil dan gang. Semuanya bisa membelokkan kita
kearah yang tidak menuju ke tempat yang kita ingin datangi. Perjuangan kita
juga selalu dirubungi oleh berbagai macam godaan. Diantaranya berupa kenikmatan
dan kesenangan yang memiliki daya tarik sedemikian besarnya. Sejak kemarin
misalnya, layar televisi kita dipenuhi oleh tayangan sebuah sidang yang
menghadirkan saksi seorang pejabat tinggi keuangan di sebuah perusahaan. Dari
kesaksian beliau, terungkap nama-nama populer yang sesungguhnya memiliki masa
depan yang cemerlang. Dalam 10-30 tahun mendatang beliau-beliau itu bisa meraih
pencapaian yang sangat tinggi. Namun persidangan itu mengungkapkan betapa
besarnya godaan kenikmatan. Jika semuanya itu terbukti, mungkin kita akan
melihat perjalanan orang-orang cemerlang terhenti di sebuah belokan tajam yang
pada awalnya terlihat indah; namun ternyata membawa para penempuhnya ke jurang
kejatuhan. Perjalanan kita menuju masa depan pasti diwarnai berbagai godaan.
Semoga kita semua mampu untuk mengatasinya.
5. Menyiapkan masa depan yang sebenarnya.
Masa
depan yang Anda maksud itu seperti apa sih?
Usia 45 tahun sudah kaya raya? Pada saat pensiun sudah punya sawah atau
kantor megah? Percayalah, saya pun memiliki keinginan yang sama dengan semua
yang Anda inginkan itu. Pertanyaannya adalah; jika nanti kita sudah mencapai
semua itu, lantas kita akan menggunakannya untuk apa? Diwariskan pada
keturunan. Bagus. Dibelikan pulau pribadi. Mantap. Dibuatkan tugu peringatan.
Keren. Apa lagi? Jika hanya sekedar seperti itu, apa iya yang kita lakukan
untuk meraihnya benar-benar sepadan? Jika setelah meninggal kita tidak lagi
menikmatinya, apa masih layak dikejar ya? Oh, tentu saja. Kita pantas
mengejarnya. Namun, kita perlu selalu mengingat bahwa ada ‘masa depan’ lain
yang menanti kita. Yaitu masa depan yang kualitasnya ditentukan oleh jawaban
atas pertanyaan ini;’selama hidup, elo ngapain aja?’. “Duit elo yang banyak
itu, datangnya dari mana?’. “Pegimane cara mendapatkannya?’. Dan satu lagi;
“Pegimane elo membelanjakannya….?’. Secara pribadi saya mengharapkan pertanyaan
seperti itu. Bukan hendak menantang Tuhan. Melainkan mengharapkan keadilan.
Supaya orang-orang baik mendapatkan imbalan atas kebaikannya. Sedangkan
orang-orang yang telah berbuat semena-mena belajar bertanggungjawab atas
perbuatannya. Dengan kesadaran itu, semoga kita lebih tertarik untuk menyiapkan
masa depan yang sebenarnya itu.
Di JFX, kita bisa membuat kesepakatan tentang harga
komoditas untuk jangka waktu tertentu dimasa depan. Begitu jatuh tempo, kita
mendapatkan jaminan harga sesuai yang tertera dalam kontrak, meskipun di pasar
sedang terjadi kekacauan. Guru kehidupan saya bercerita tentang sebuah kontrak
yang sudah disepakati oleh setiap insan. Yaitu kontrak yang dibuat antara
dirinya dengan tuhannya jauh sebelum dia dilahirkan. Bunyinya begini; “Alastu
birobbikum?” (Bersediakah engkau bersaksi bahwa aku adalah satu-satunya
tuhanmu?) Begitu Tuhan bertanya. Lalu ruh yang belum dipertemukan dengan jasad
itu menjawab; “Balaa, syahidna” (Benar Tuhanku, aku menjadi saksi atasnya).
Perjanjian itu terjadi antara setiap pribadi dengan Sang Pencipta. Dan dimasa
depan, Tuhan akan menagih janji itu. Janji yang sepatutnya tidak berubah.
Karena apapun yang terjadi diluar sana, nilai perjanjian kita tetap berlaku.
Siapkah kita untuk memenuhi seluruh isi perjanjian itu jika kelak tiba saatnya
naskah perjanjian yang kita buat itu telah ‘jatuh tempo’? Semoga.
Mari Berbagi Semangat!
Catatan Kaki:
Masa depan kita ditentukan oleh apa yang kita lakukan hari
ini. Maka berbaik-baiklah pada hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar