Revolusi industri 4.0 akan menjadi medan yang dihadapi generasi muda Indonesia. Peluang kerja di masa mendatang perlu disiasati dengan cermat.
Dalam rilis Indonesian Diaspora Network (IDN)-United kepada detikFinance, Jumat (5/4/2019) Profesor Herry Utomo dan Ida Wenefrida dari Lousiana State University membedah industri 4.0 di 5 universitas di Indonesia. Universitas itu adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Tunas Pembangunan (UTP) dan Universitas Mataram (Unram).
Kuliah umum yang diberikan mencakup tema riset dan paten, agrikultur 4.0, dan ekosistem kampus yang kompetitif. Universitas-universitas yang terlibat juga mendapatkan akses ke diaspora dunia yaitu IDN-United, Indonesian American Society of Academics (IASA), dan berbagai universitas di Amerika tempat para professor diaspora tersebut berkiprah.
Baca juga : Kenali Sikap yang Menghambat Karir Anda!
Herry Utomo dan Ida Wenefrida menyampaikan industri 4.0 telah memasuki berbagai sendi kehidupan. Efeknya akan semakin luas, mulai dari sektor pertanian, industri, jasa, informasi, maupun kehidupan sosial. Smart grit, self-driving car, atau sistem robotik adalah beberapa contoh proses otomatisasi dan bagaimana komputasi dan elemen fisik menjadi semakin membaur bersamaan dengan penggunaan kecerdasan buatan.
Dalam 3 tahun ke depan diperkirakan 35% dari pekerjaan yang penting saat ini tidak akan diperlukan lagi. Di negara-negara maju pada 2022 saja misalnya, diperkirakan akan kehilangan 73 juta pekerjaan.
Namun, akan muncul 133 juta profesi baru dengan syarat keahlian yang berbeda. Karenanya, tantangannya adalah bukan memerangi pengangguran, tapi bagaimana memenuhi permintaan tenaga kerja berspesifikasi baru secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
"Lulusan perlu dibekali keterampilan sosial dan mindset yang siap untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini," kata Ida Wenefrida.
Baca juga: Bagaimana Agar Karir Cepat Menanjak?
Industri 4.0 itu tidak datang begitu saja, tapi berfase-fase sesuai dengan pencapaian kapabilitas teknologi yang mendasarinya. Konsekuensinya, kebutuhan keahlian dan kontur lapangan pekerjaan akan berubah-ubah sesuai dengan fase-fase pertumbuhan yang cepat ini. Lulusan perguruan tinggi yang dihasilkan saat ini diperkirakan perlu 5-7 kali ganti keahlian selama karir profesinya. Sangat kontras dengan kondisi masa lalu dimana spesialiasi bersifat baku dan stabil. Di sinilah filosofi dan strategi pembelajaran perlu disesuaikan.
"Kurikulum, materi ajar, dan cara pembelajaran perlu dikristalisasi untuk menumbuhkan iklim kreatif, imajinatif, dan problem solving dengan memberdayakan berbagai teknologi ajar terkini yang sudah demikian berkembang, serta memfasilitasi open-collaboration dalam ekosistem kampus yang terbuka dan global," kata Herry Utomo.
Peran network diaspora perlu difungsikan untuk mempercepat proses ini melalui pembimbingan langsung. Konsep dari Herry dan Ida juga menekankan perlunya perakitan unit-unit dasar bahan ajar yang dengan cepat bisa direkonfigurasi sesuai tuntutan dan dibangun dengan menggunakan kreatifitas murni maupun buatan (AI) sebagaimana yang direncanakan dalam program ini.
Kebijakan riset beserta institusi riset nasional yang ada saat ini masih terkesan tua, kaku, dan prosedural. Untuk itu, menurut Herry dan Ida, perlu diremajakan sepadan dengan perkembangan dan kebutuhan Industri 4.0.
Keduanya menambahkan tidak perlu ada keseragaman dalam mensikapi Industri 4.0. Setiap universitas wajib membangun keunggulan lokalnya sendiri.
Baca juga : Ingin Sukses dalam Karir? Asah Kecerdasan Emosional Anda
Untuk itu, selain keberhasilan dalam menghasilkan produk intelektual (perangkat lunak, kecerdasan buatan, konsep, atau desain), keberhasilan dalam menghasilkan produk unggulan yang convensional seperti varitas, komoditas, mesin, atau produk industri dasar yang lain juga merupakan faktor penting yang akan membedakan apakah bangsa ini akan menjadi pemain dalam Industri 4.0 atau hanya sebatas pengguna saja.
Fitraya Ramadhanny -
Sumber
Dalam rilis Indonesian Diaspora Network (IDN)-United kepada detikFinance, Jumat (5/4/2019) Profesor Herry Utomo dan Ida Wenefrida dari Lousiana State University membedah industri 4.0 di 5 universitas di Indonesia. Universitas itu adalah Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Tunas Pembangunan (UTP) dan Universitas Mataram (Unram).
Kuliah umum yang diberikan mencakup tema riset dan paten, agrikultur 4.0, dan ekosistem kampus yang kompetitif. Universitas-universitas yang terlibat juga mendapatkan akses ke diaspora dunia yaitu IDN-United, Indonesian American Society of Academics (IASA), dan berbagai universitas di Amerika tempat para professor diaspora tersebut berkiprah.
Baca juga : Kenali Sikap yang Menghambat Karir Anda!
Herry Utomo dan Ida Wenefrida menyampaikan industri 4.0 telah memasuki berbagai sendi kehidupan. Efeknya akan semakin luas, mulai dari sektor pertanian, industri, jasa, informasi, maupun kehidupan sosial. Smart grit, self-driving car, atau sistem robotik adalah beberapa contoh proses otomatisasi dan bagaimana komputasi dan elemen fisik menjadi semakin membaur bersamaan dengan penggunaan kecerdasan buatan.
Dalam 3 tahun ke depan diperkirakan 35% dari pekerjaan yang penting saat ini tidak akan diperlukan lagi. Di negara-negara maju pada 2022 saja misalnya, diperkirakan akan kehilangan 73 juta pekerjaan.
Namun, akan muncul 133 juta profesi baru dengan syarat keahlian yang berbeda. Karenanya, tantangannya adalah bukan memerangi pengangguran, tapi bagaimana memenuhi permintaan tenaga kerja berspesifikasi baru secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
"Lulusan perlu dibekali keterampilan sosial dan mindset yang siap untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini," kata Ida Wenefrida.
Baca juga: Bagaimana Agar Karir Cepat Menanjak?
"Kurikulum, materi ajar, dan cara pembelajaran perlu dikristalisasi untuk menumbuhkan iklim kreatif, imajinatif, dan problem solving dengan memberdayakan berbagai teknologi ajar terkini yang sudah demikian berkembang, serta memfasilitasi open-collaboration dalam ekosistem kampus yang terbuka dan global," kata Herry Utomo.
Peran network diaspora perlu difungsikan untuk mempercepat proses ini melalui pembimbingan langsung. Konsep dari Herry dan Ida juga menekankan perlunya perakitan unit-unit dasar bahan ajar yang dengan cepat bisa direkonfigurasi sesuai tuntutan dan dibangun dengan menggunakan kreatifitas murni maupun buatan (AI) sebagaimana yang direncanakan dalam program ini.
Kebijakan riset beserta institusi riset nasional yang ada saat ini masih terkesan tua, kaku, dan prosedural. Untuk itu, menurut Herry dan Ida, perlu diremajakan sepadan dengan perkembangan dan kebutuhan Industri 4.0.
Keduanya menambahkan tidak perlu ada keseragaman dalam mensikapi Industri 4.0. Setiap universitas wajib membangun keunggulan lokalnya sendiri.
Baca juga : Ingin Sukses dalam Karir? Asah Kecerdasan Emosional Anda
Untuk itu, selain keberhasilan dalam menghasilkan produk intelektual (perangkat lunak, kecerdasan buatan, konsep, atau desain), keberhasilan dalam menghasilkan produk unggulan yang convensional seperti varitas, komoditas, mesin, atau produk industri dasar yang lain juga merupakan faktor penting yang akan membedakan apakah bangsa ini akan menjadi pemain dalam Industri 4.0 atau hanya sebatas pengguna saja.
Fitraya Ramadhanny -
Sumber
Artikel yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar