Di antara sekitar 7 milyar penduduk bumi, ada nggak seseorang yang Anda kagumi? Kayaknya ada ya. Banyak malah. Pertanyaannya adalah; dari 7 milyar orang itu, ada nggak yang mengagumi Anda? Jangan-jangan, kita kagum kepada banyak orang tapi tak seorang pun yang kagum kepada kita ya. Emangnya penting banget gitu kekaguman orang itu? Iyya. Karena, hal itu berhubungan dengan peran yang kita mainkan dalam interaksi dengan orang lain. Bukankah hidup kita sangat bergantung pada interaksi itu? Nggak ada yang bisa hidup sendirian kan?
Belasan tahun lalu, saya punya teman sekantor yang pernah menjadi salesman mobil. Dia bercerita tentang mobil
sedemikian fasihnya. Saya terpana mendengarnya. Bagaimana tidak? Dia paham betul detail-detail setiap mobil yang dibicarakannya. Model ini, merek itu. Mesin yang begini dan begitu. Keluaran tahun segini dan tahun segitu. Woaaa… ngelotok banget. Delapan belas tahun lebih sudah berlalu momen itu. Tapi sampai hari ini, kekaguman saya kepadanya tidak luntur.
“Lah, dia kan memang sales mobil. Wajar dong kalau ngerti soal mobil….”
Anda benar. That is exactly what I am talking about. Bagaimana kita menguasai profesi kita sedemikian mendalamnya sehingga orang lain mengagumi kemampuan dan pemahaman kita. Benar. Ini adalah pekerjaan kita. Tapi apakah kemampuan kita dalam soal ini sudah bisa membuat orang lain kagum apa tidak? Jika sudah bertahun-tahun menjalaninya, namun kompetensi kita tidak juga berhasil membuat orang lain kagum; maka itu menunjukkan bahwa kita belum menjadi professional handal.
Banyak kok, sales mobil yang nggak bisa menjelaskan kenapa mobil yang saya beli begini begitu. Banyak teknisi yang ketika dihadapkan pada masalah teknis harus nanya dulu sama atasannya. Banyak karyawan yang nggak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya ditempat kerja. Banyak manager yang masih bingung, gimana ngurusin unit kerja yang menjadi tanggungjawabnya. Maka memiliki kemampuan yang mengagumkan – meski ‘hanya’ soal pekerjaan hariannya – merupakan sebuah pencapaian bermakna.
Justru, kita mesti mampu membuat orang kagum dengan kemampuan kita terhadap urusan pekerjaan; bukan urusan lain nggak relevan. Jika kita bekerja sebagai engineer, misalnya. Orang lain kagum kepada kemampuan nyanyi kita dipanggung, tapi sama sekali nggak terkesan dengan kemampuan kerja kita; maka itu artinya kita salah profesi. Soal pekerjaan, itulah yang mesti kita jadikan orang lain kagum.
“Yang penting kerja bener aja deh. Gak perlu pencitraan!” Boleh, jika Anda berpandangan demikian. Namun ‘kerja bener’ Anda itu, pasti meninggalkan jejak. Dan kalau jejaknya bagus, Anda suka atau tidak; bakal menumbuhkan kekaguman orang lain pada Anda – tanpa Anda minta sekalipun. Lihat, kita mengagumi mahakarya orang lain. Padahal orang itu tidak minta dikagumi. Dia cuman menjalankan pekerjaan sebaik-baiknya. Tapi karena hasil karyanya keren banget, maka orang lain dengan suka rela pada mengaguminya. Ini bukti bahwa kekaguman bukanlah soal pencitraan.
Kekaguman melahirkan trust alias kepercayaan. Jika Anda mengagumi seseorang misalnya, maka Anda percaya pada orang itu. Dan Anda bersedia memberinya kepercayaan untuk melakukan sesuatu. Sama. Orang lain pun bersedia memberi Anda kepercayaan yang lebih tinggi jika Anda berhasil membuatnya kagum kepada kemampuan Anda. Anak buah yang kagum pada atasannya, suka rela bekerja keras dengan atasannya. Dan atasan yang kagum pada anak buahnya, bersedia memberikan yang terbaik buat anak buahnya. Enak kan, kalau punya sesuatu yang mengagumkan?
Maka ditempat kerja, kita tidak boleh lagi sekedar menjalani rutinitas harian doang. Lakukan dan jalani pekerjaan itu dengan sepenuh kesungguhan. Supaya hasilnya; mengagumkan. Pelajari dan kuasai seluk beluk pekerjaan itu hingga kemahiran Anda sampai pada level mengagumkan. Jika sudah sampai ke level itu; maka Anda akan menikmati hasil yang lebih banyak dari yang bisa Anda bayangkan. In sya Allah. Aamiin.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan kaki:
Tidak ada kekaguman yang bisa dibeli atau diminta. Karena kekaguman, lahir sendiri didalam hati orang-orang yang terkesan dengan hasil karya atau kualitas pribadi seseorang. Kekaguman, merupakan apresiasi yang murni; bagi para pemilik prestasi.
Belasan tahun lalu, saya punya teman sekantor yang pernah menjadi salesman mobil. Dia bercerita tentang mobil
sedemikian fasihnya. Saya terpana mendengarnya. Bagaimana tidak? Dia paham betul detail-detail setiap mobil yang dibicarakannya. Model ini, merek itu. Mesin yang begini dan begitu. Keluaran tahun segini dan tahun segitu. Woaaa… ngelotok banget. Delapan belas tahun lebih sudah berlalu momen itu. Tapi sampai hari ini, kekaguman saya kepadanya tidak luntur.
“Lah, dia kan memang sales mobil. Wajar dong kalau ngerti soal mobil….”
Anda benar. That is exactly what I am talking about. Bagaimana kita menguasai profesi kita sedemikian mendalamnya sehingga orang lain mengagumi kemampuan dan pemahaman kita. Benar. Ini adalah pekerjaan kita. Tapi apakah kemampuan kita dalam soal ini sudah bisa membuat orang lain kagum apa tidak? Jika sudah bertahun-tahun menjalaninya, namun kompetensi kita tidak juga berhasil membuat orang lain kagum; maka itu menunjukkan bahwa kita belum menjadi professional handal.
Banyak kok, sales mobil yang nggak bisa menjelaskan kenapa mobil yang saya beli begini begitu. Banyak teknisi yang ketika dihadapkan pada masalah teknis harus nanya dulu sama atasannya. Banyak karyawan yang nggak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya ditempat kerja. Banyak manager yang masih bingung, gimana ngurusin unit kerja yang menjadi tanggungjawabnya. Maka memiliki kemampuan yang mengagumkan – meski ‘hanya’ soal pekerjaan hariannya – merupakan sebuah pencapaian bermakna.
Justru, kita mesti mampu membuat orang kagum dengan kemampuan kita terhadap urusan pekerjaan; bukan urusan lain nggak relevan. Jika kita bekerja sebagai engineer, misalnya. Orang lain kagum kepada kemampuan nyanyi kita dipanggung, tapi sama sekali nggak terkesan dengan kemampuan kerja kita; maka itu artinya kita salah profesi. Soal pekerjaan, itulah yang mesti kita jadikan orang lain kagum.
“Yang penting kerja bener aja deh. Gak perlu pencitraan!” Boleh, jika Anda berpandangan demikian. Namun ‘kerja bener’ Anda itu, pasti meninggalkan jejak. Dan kalau jejaknya bagus, Anda suka atau tidak; bakal menumbuhkan kekaguman orang lain pada Anda – tanpa Anda minta sekalipun. Lihat, kita mengagumi mahakarya orang lain. Padahal orang itu tidak minta dikagumi. Dia cuman menjalankan pekerjaan sebaik-baiknya. Tapi karena hasil karyanya keren banget, maka orang lain dengan suka rela pada mengaguminya. Ini bukti bahwa kekaguman bukanlah soal pencitraan.
Kekaguman melahirkan trust alias kepercayaan. Jika Anda mengagumi seseorang misalnya, maka Anda percaya pada orang itu. Dan Anda bersedia memberinya kepercayaan untuk melakukan sesuatu. Sama. Orang lain pun bersedia memberi Anda kepercayaan yang lebih tinggi jika Anda berhasil membuatnya kagum kepada kemampuan Anda. Anak buah yang kagum pada atasannya, suka rela bekerja keras dengan atasannya. Dan atasan yang kagum pada anak buahnya, bersedia memberikan yang terbaik buat anak buahnya. Enak kan, kalau punya sesuatu yang mengagumkan?
Maka ditempat kerja, kita tidak boleh lagi sekedar menjalani rutinitas harian doang. Lakukan dan jalani pekerjaan itu dengan sepenuh kesungguhan. Supaya hasilnya; mengagumkan. Pelajari dan kuasai seluk beluk pekerjaan itu hingga kemahiran Anda sampai pada level mengagumkan. Jika sudah sampai ke level itu; maka Anda akan menikmati hasil yang lebih banyak dari yang bisa Anda bayangkan. In sya Allah. Aamiin.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan kaki:
Tidak ada kekaguman yang bisa dibeli atau diminta. Karena kekaguman, lahir sendiri didalam hati orang-orang yang terkesan dengan hasil karya atau kualitas pribadi seseorang. Kekaguman, merupakan apresiasi yang murni; bagi para pemilik prestasi.
Baca artikel-artikel terbaik yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar