Saya dan Anda, ada. Lalu, apa ya dampak dari keberadaan kita ini? Apakah kita hanya sekedar lewat begitu saja dimuka bumi ini? Ataukah ada misi yang mesti kita emban?
Jika eksistensi kita tidak berdampak apa-apa, maka nilai diri kita; jauh lebih rendah dari angin. Kita tidak tahu wujud angin itu seperti apa. Tapi dampak dari keberadaannya kerasa sekali.
Saya sedang berada di pedalaman hutan Kalimantan ketika tiba-tiba angin puting beliung mengamuk. Banyak pohon yang tumbang. Dan atap mess karyawan beterbangan.
Ketika sosok sang angin tidak lagi kelihatan, jejak-jejaknya masih ada disana. Jika kita sudah tidak ada, apakah ada jejak yang kita tinggalkan?
Lah, buat apa ninggalin jejak segala. Toh nama kita akan segera terlupakan. Iya. Tapi jejak itu bukan untuk sekedar membuat nama kita diingat. Melainkan untuk memberi makna atas keberadaan diri kita.
Jika saya mencontohkan puting beliung yang membawa bencana, tidak berarti kita mesti meninggalkan jejak serupa. Kalau hanya sekedar ingin terkenal, maka membuat jejak buruk sangat efektif. Faktanya, keburukan sering lama diingat dibandingkan dengan kebaikan kan?
Kita sering hanya ingat angin pembawa bencana. Namun mengabaikan angin yang sepanjang waktu menemani kita. Lewat sepoinya dia mensirkulasikan oksigen sehingga kita bisa bernafas. Dengan gemulainya dia membantu penyerbukan.
Kita, gampang kecewa jika kebaikan yang kita lakukan tidak ada yang mengapresiasi. Lalu berhenti melakukannya. Meski terlupakan, angin tidak mengurangi dedikasinya terhadap peran yang dia mainkan. Dia, terus saja membentuk jejak-jejak keberadaan dirinya.
Apakah jejak kita mesti berupa amal altruisme? Tidak. Dikantor misalnya, jejak apa yang Anda tinggalkan sebagai bukti Anda pernah bekerja disana? Jika Anda melakukan inovasi misalnya. Atau merancang ulang sesuatu. Atau mewujudkan sesuatu yang belum ada. Oke juga.
Seperti angin yang memilih tetap tak terlihat. Dalam soal amal, eloknya kita tidak mengejar tenar. Karena ketenaran sering menodai keikhlasan. Padahal, tidak ada imbalan yang lebih baik bagi amal seseorang selain pahala dari Tuhan. Yang hanya akan didapatkan, dengan syarat ikhlas.
Tapi dalam urusan pekerjaan, setiap jejak Anda perlu kelihatan. Supaya karir Anda berkembangan. Bukan karena berambisi untuk meraih posisi, melainkan karena dengan otoritas yang lebih tinggi; Anda bisa lebih banyak berkontribusi.
Mari ciptakan jejak yang banyak. Karena, jejak-jejak itulah yang menandai eksistensi kita. Jika itu urusan pekerjaan, mungkin Anda perlu training juga. Silakan dorong perusahaan untuk mengadakan pelatihan yang Anda perlukan. Supaya Anda, lebih terampil meninggalkan jejak yang bermakna.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan kaki:
Jejak eksistensi kita mungkin tidak lagi diingat oleh orang lain. Tapi, nilai hasil karya kita, mungkin akan tinggal lebih lama bersama orang-orang yang mendapatkan manfaatnya.
Jika eksistensi kita tidak berdampak apa-apa, maka nilai diri kita; jauh lebih rendah dari angin. Kita tidak tahu wujud angin itu seperti apa. Tapi dampak dari keberadaannya kerasa sekali.
Saya sedang berada di pedalaman hutan Kalimantan ketika tiba-tiba angin puting beliung mengamuk. Banyak pohon yang tumbang. Dan atap mess karyawan beterbangan.
Ketika sosok sang angin tidak lagi kelihatan, jejak-jejaknya masih ada disana. Jika kita sudah tidak ada, apakah ada jejak yang kita tinggalkan?
Lah, buat apa ninggalin jejak segala. Toh nama kita akan segera terlupakan. Iya. Tapi jejak itu bukan untuk sekedar membuat nama kita diingat. Melainkan untuk memberi makna atas keberadaan diri kita.
Jika saya mencontohkan puting beliung yang membawa bencana, tidak berarti kita mesti meninggalkan jejak serupa. Kalau hanya sekedar ingin terkenal, maka membuat jejak buruk sangat efektif. Faktanya, keburukan sering lama diingat dibandingkan dengan kebaikan kan?
Kita sering hanya ingat angin pembawa bencana. Namun mengabaikan angin yang sepanjang waktu menemani kita. Lewat sepoinya dia mensirkulasikan oksigen sehingga kita bisa bernafas. Dengan gemulainya dia membantu penyerbukan.
Kita, gampang kecewa jika kebaikan yang kita lakukan tidak ada yang mengapresiasi. Lalu berhenti melakukannya. Meski terlupakan, angin tidak mengurangi dedikasinya terhadap peran yang dia mainkan. Dia, terus saja membentuk jejak-jejak keberadaan dirinya.
Apakah jejak kita mesti berupa amal altruisme? Tidak. Dikantor misalnya, jejak apa yang Anda tinggalkan sebagai bukti Anda pernah bekerja disana? Jika Anda melakukan inovasi misalnya. Atau merancang ulang sesuatu. Atau mewujudkan sesuatu yang belum ada. Oke juga.
Seperti angin yang memilih tetap tak terlihat. Dalam soal amal, eloknya kita tidak mengejar tenar. Karena ketenaran sering menodai keikhlasan. Padahal, tidak ada imbalan yang lebih baik bagi amal seseorang selain pahala dari Tuhan. Yang hanya akan didapatkan, dengan syarat ikhlas.
Tapi dalam urusan pekerjaan, setiap jejak Anda perlu kelihatan. Supaya karir Anda berkembangan. Bukan karena berambisi untuk meraih posisi, melainkan karena dengan otoritas yang lebih tinggi; Anda bisa lebih banyak berkontribusi.
Mari ciptakan jejak yang banyak. Karena, jejak-jejak itulah yang menandai eksistensi kita. Jika itu urusan pekerjaan, mungkin Anda perlu training juga. Silakan dorong perusahaan untuk mengadakan pelatihan yang Anda perlukan. Supaya Anda, lebih terampil meninggalkan jejak yang bermakna.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan kaki:
Jejak eksistensi kita mungkin tidak lagi diingat oleh orang lain. Tapi, nilai hasil karya kita, mungkin akan tinggal lebih lama bersama orang-orang yang mendapatkan manfaatnya.
Baca artikel-artikel terbaik yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar