Bermasalah Dengan Bawahan


Kita semua tahu bahwa hubungan antara atasan dengan bawahan sangat menentukan keutuhan unit kerja dan efektivitas kepemimpinan. Maka membangun hubungan yang baik dengan bawahan atau atasan merupakan kondisi yang tidak bisa ditawar lagi. Masalahnya, ego sering mengungguli semua pertimbangan akal sehat. Jadi, meski mengerti, kita sering tetap terjebak dalam hubungan yang tidak sehat. Bagaimana seandainya Anda mengalami hal ini?Chatting di blackberry sering berisikan topik tentang ketidakpuasan bawahan kepada atasannya. Atau kekesalan atasan kepada bawahannya. Bisa dibayangkan jika atasan merasa tidak cocok dengan bawahannya, dan sebaliknya.
Hampir bisa dipastikan jika hubungan mereka cepat atau lambat akan berakibat pada memburuknya kinerja yang dihasilkan. Itu jika hubungan yang buruk tidak segera diperbaiki. Makanya, penting untuk segera mengupayakan perbaikan hubungan. Khususnya jika Anda berperan sebagai atasan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memperbaiki hubungan dengan bawahan, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:

1. Yang butuh harus lebih proaktif. 
Jika kita berada pada posisi ‘membutuhkan’, maka kitalah yang harus lebih gigih mengusahakan pemulihan hubungan. Lho, kalau saya tidak butuh, bagaimana? That’s your call. Tapi, apakah iya Anda tidak membutuhkan orang lain? Sebagai atasan, Andalah yang lebih membutuhkan baiknya hubungan dengan bawahan. Kalau Anda tidak bisa membangun hubungan yang baik dengan bawahan, kinerja mereka bisa berantakan. Bukankah kinerja Anda sangat dipengaruhi kinerja bawahan? Lantas, kalau saya bawahan, bagaimana? Its your call juga. Tapi, sebagai bawahan, Andalah yang lebih membutuhkan terjalin baiknya hubungan dengan atasan. Kalau Anda tidak bisa membangun hubungan yang baik dengan atasan, penilaian dan masa depan karir Anda dipertaruhkan. Bukankah atasan Anda mempunyai kewenangan yang lebih besar dari Anda? Makanya, fokus saja pada usaha memperbaiki hubungan. Tanpa mempermasalahkan posisi dan jabatan.  

2. Mawas diri atas semua tindakan.  
Tidak mudah untuk mengaku salah kepada orang lain. Meski hati kecil menyadarinya kita sering merasa berat untuk menyatakannya. Apalagi jika kita sendiri pun tidak menyadari telah melakukan kesalahan. Makanya, dibutuhkan kebesaran hati untuk mawas diri atau mengevaluasi jangan-jangan tindakan atau perlakuan kita kepada orang lain memang belum tepat. Sama seperti halnya Anda yang sebal kepada orang yang ngotot dengan kebenarannya sendiri, maka orang lain juga sebal jika kita tidak mau mawas diri. Jadi, biasakanlah untuk mawas diri supaya bisa memastikan bahwa kita sudah bersikap dan bertindak secara tepat dalam hubungan yang sedang bermasalah itu.  

3. Meminta maaf jika memang kita salah. 
Menyadari kesalahan adalah sebuah tindakan yang besar. Namun, belum cukup besar jika tidak didukung oleh kesediaan untuk meminta maaf. Kesadaran itu baru akarnya, sedangkan keberanian untuk meminta maaf adalah batangnya. Perdamaian adalah daunnya. Ketentraman adalah salah satu buahnya. Tanpa permintaan maaf, kita tidak bisa mendapatkan kebaikan yang kita harapkan. Bukan mohon maaf ketupat lebaran maksud saya, melainkan maaf yang memang Anda lakukan secara khusus tepat pada saat Anda menyadarinya. Jangan menyepelekan kesalahan kepada bawahan, karena boleh jadi apa yang kita lakukan 10 tahun lalu masih terasa segar dalam ingatannya. Apalagi jika sekarang Anda masih bersama sang bawahan. Maka meminta maaf bisa menjadi sarana untuk mencairkan suasana yang kaku. Dan boleh jadi, kinerja team segera pulih kembali.

4. Terus berinisiatif berbuat baik. 
“Saya sudah berusaha memperbaiki hubungan, tapi bawahan saya tidak menunjukkan itikad untuk memperbaiki dirinya juga.” Seperti halnya unconditioned love, usaha memperbaiki hubungan dengan bawahan juga membutuhkan ketulusan. Jika Anda melakukannya dengan harapan bawahan Anda akan melakukan hal yang sama, maka Anda tidak berlebihan. Tapi, jika Anda berhenti bersikap atau berbuat baik hanya karena bawahan Anda tidak merespon balik dengan perilaku baik yang Anda harapkan, mungkin Anda belum benar-benar tulus.  Tugas kita bukanlah untuk menjadikan orang lain baik, melakinkan menghimbau dan memberi keteladanan kepada mereka. Jika kita berhenti baik karena mereka buruk, maka mereka tidak melihat alasan yang kuat untuk mengikuti ajakan kita. Tapi, kalaupun mereka ngotot dengan keburukannya, maka minimal; kita tidak terpancing untuk menjadi pribadi yang buruk juga. So? Teruslah berinisiatif untuk berbuat baik.

5. Berfokus kepada kinerja. 
Hubungan dengan bawahan berbeda dengan hubungan yang terjalin dengan orang yang tidak memiliki ikatan kerja. Maka apapun yang terjadi, sikap profesional harus terus dijaga. Sekalipun bawahan Anda tidak merespon pesan dan perilaku baik Anda selama ini, maka soal kinerja Anda tidak bisa memberinya toleransi. Jika memang hubungan pribadi Anda sudah menjadi sedemikian buruknya dengan bawahan, sudah tidak usah dipikirkan terlalu panjang. Asal Anda bisa pastikan bahwa biang keburukan hubungan itu bukan dari Anda sambil tetap membuka diri untuk berdamai. Tapi soal kinerja? Maaf, itu tidak boleh terganggu oleh masalah antara Anda dan bawahan Anda. Ada SOP dan ada tuntutan kerja sesuai dengan kesepakatan dengan perusahaan.

Hubungan antara atasan dengan bawahan tidak bisa dibangun hanya satu arah. Dua-duanya harus memiliki komitmen. Tetapi bagaimanapun juga, Anda harus menjadi orang yang teguh memegang komitmen untuk membangun hubungan baik itu. Jika Anda tetap gagal mengajaknya untuk membangun komitmen yang sama, tugas Anda sudah tuntas. Dan kewajiban Anda, sudah ditunaikan hingga lunas.

Mari Berbagi Semangat!
Penulis : Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Memimpin bukan sekedar mencapai hasil, tetapi juga soal membangun hubungan. Jika Anda memiliki kesediaan untuk selalu memperbaiki hubungan dengan orang lain, maka Anda memang layak untuk menjadi seorang pemimpin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar