Seorang Pemimpin, Mesti Ngapain?


Catatan Kepala: ”Seorang pemimpin memposisikan diri dibarisan terdepan bagi orang-orang yang dipimpinnya, bukan bertengger diatas kepala mereka.”

Dibanyak tempat, kita bisa mendengar orang yang mengeluhkan tentang kepemimpinan seseorang. Biasanya, tentang atasannya. Bunyinya macam-macam, namun intinya sama. Hal ini menunjukkan adanya jurang pemisah yang cukup lebar antara harapan orang-orang yang dipimpin dengan kualitas kepemimpinan yang ditunjukkan oleh sang pemimpin. Kepemimpinan itu merupakan tanggung jawab yang sangat berat. Setidaknya, begitulah yang pernah saya rasakan. Oleh karenanya, hanya bisa ditunaikan oleh orang-orang yang memiliki komitmen untuk melayani. Mereka yang hanya ingin dilayani tidak akan mungkin berhasil menjalankan misi kepemimpinannya. Maka jika ada suatu kelompok kerja yang berantakan, boleh jadi itu disebabkan karena pemimpinnya belum melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dalam melayani orang-orang yang dipimpinnya. Memangnya apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin?
Salah satu lokasi bermain favorit saya sewaktu kecil adalah stasiun kereta api. Hal paling menarik dari kereta api adalah ketika lokomotifnya bergerak menarik gerbong-gerbong yang berjejer. Sebuah lokomotif lebih sering berada di depan. Dia juga tidak pernah meninggalkan salah satu gerbongnya tertinggal ditengah jalan. Persis seperti itulah makna kepemimpinan. Sebagai pemimpin, kitalah yang menjadi lokomotif yang menentukan arah dan kecepatan gerakan anak buah kita seperti lokomtif yang menarik semua gerbongnya.  Jika lokomotif itu diam, maka gerbong pun diam. Makanya, jika kelompok kerja kita dinilai kurang dinamis, kita perlu introspeksi; apakah sebagai seorang pemimpin kita sudah menjadi lokomitif yang yang baik? Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi lokomotif kelompok kerja yang baik, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:    

1. Menjadi mesin bagi kelompok kerja. 
Sebuah perusahaan hanya merekrut orang-orang terbaik. Sistem seleksi mereka sangat ketat sehingga orang sembarangan tidak mungkin bisa lulus. Kemudian orang-orang terbaik itu dibagi kedalam beberapa kelompok dengan bobot pekerjaan yang sebanding. Di awal tahun, setiap team mengajukan gagasan-gagasan yang brilian. Lalu mereka mendapatkan kesempatan untuk merealisasikannya. Di akhir tahun, sebagian besar kelompok menghasilkan pencapaian sesuai harapan. Tetapi, ada satu team yang menonjol. Bukan hanya hasilnya yang lebih baik, melainkan juga lebih banyak lagi inisiatif yang mereka buat. Antusiasme mereka sangat tinggi. Dan hubungan emosional mereka sangat erat. Apa yang terjadi? Sama seperti gerbong-gerbong yang berjejer di stasiun kereta api di kota kewedanaan kami. Pergerakan mereka sangat ditentukan oleh lokomotifnya. Bahkan orang-orang terbaikpun membutuhkan seorang pemimpin yang sanggup menggerakkan mereka. Jika tidak, mereka hanya akan menjadi sekumpulan orang hebat yang memiliki begitu banyak kemampuan namun tidak terdayagunakan. Sebagai seorang atasan, kita adalah mesin bagi orang-orang yang kita pimpin. Jika kita tidak bergerak, mungkin mereka akan tetap jalan ditempat. Maka kitalah yang menentukan baik buruknya kinerja mereka.

2. Menentukan arah pergerakan kelompok. 
Di stasiun itu ada begitu banyak rel yang saling berseliweran. Rumit sekali. Masing-masing menghubungkan jalur utama dengan pool gerbong-gerbong kosong. Setelah gerbong yang satu disambungkan dengan gerbong yang lainnya, lokomotif membawa gerbong-gerbong itu memasuki jalur yang seharusnya, lalu melaju ke arah tujuannya masing-masing. Bahkan orang-orang terbaikpun membutuhkan seorang pemimpin yang sanggup memberikan arah kepada mereka. Jika tidak, mereka hanya akan menjadi sekumpulan orang hebat yang bergerak kearah mana saja yang mereka suka. Sebagai seorang atasan, kita adalah penentu arah bagi orang-orang yang kita pimpin. Arah yang dimaksud bisa berupa sasaran-sasaran jangka pendek, atau jangka menengah. Bisa juga berupa visi jangka panjang. Kearah yang kita – sebagai pemimpin – tentukan itulah semua orang akan bergerak secara serempak. Jika kita tidak memberi arah yang jelas, mungkin mereka akan memasuki jalur yang keliru sehingga tidak bisa sampai ke tempat yang seharusnya kita tuju.

3. Menempatkan diri digaris terdepan. 
Sepanjang yang saya ingat, lokomotif itu jarang sekali berada diposisi yang paling belakang. Dia lebih sering berada di garis paling depan. Hanya sesekali saja dia ‘mendorong’ gerbong, yaitu ketika dia sedang mengatur letak parkir di pool atau pada saat sedang menyambungkan gerbong yang satu dengan lainnya. Dia memang butuh maju dan mundur. Namun ketika rangkaian kereka api itu sudah siap untuk melaju ke tempat tujuan; sang lokomotif senantiasa berada didepan. Begitu pula halnya dengan seorang pemimpin. Dia tidak hanya berteriak dibelakang meja. Dia juga bersedia berada dibarisan paling depan perjuangan yang dihadapi anak buahnya. Dalam konteks ini, tidak berarti kita mengerjakan tugas-tugas mereka. Karena dalam kepemimpinan berlaku premis “Do your part, I do mine.” Setiap orang punya tugas dan perannya masing-masing. Namun semua peran itu hanya akan bisa berjalan dengan baik, jika setiap komponen menunaikan tugasnya dengan baik, dan seperti lokomotif – pemimpinnya berada di garis terdepan usaha-usaha yang mereka perjuangkan.

4. Terus menerus menyemangati. 
Sebelum kereta berangkat, terdengar bunyi peluit yang khas sekali. Tidak ada peluit lain yang bunyinya seperti itu. Sesaat kemudian lokomotif di stasiun kereta kami mengepulkan asap hitam diiringi bunyi ‘gujes-gujes’ tiada henti. Gerbong-gerbong mengikutinya dibelakang sambil mengeluarkan bunyi ‘gemeretak duk duk duk’. Gujes-gujes di depan dibalas dengan geretak duk duk duk di belakang. Disepanjang perjalanan itu, seluruh rangkaian gerbong kereta api berlari sambil menyanyikan lagu mars penyemangat yang terus memnggelora. Seperti itulah gambaran sebuah team yang seharusnya. Pemimpinnya berlari di garis depan sambil tiada henti-hentinya menyemangati, sedangkan orang-orang yang dipimpinnya terus mengikuti sambil meneriakan yel-yel pembakar semangat. Orang-orang yang kita pimpin, membutuhkan dorongan semangat yang tidak pernah putus-putusnya. Maka sebagai seorang pemimpin, kita berkewajiban untuk menyumplai dorongan semangat itu. Selama kita tidak mengenal lelah menyemangati mereka, maka mereka tidak akan pernah kehilangan semangat itu. Karenanya, salah satu fungsi penting dalam proses kepemimpinan kita adalah, terus menerus menyemangati mereka.

5. Menambahkan ‘human touch’. 
Menjadi pemimpin yang memiliki sifat-sifat lokomotif itu sudah termasuk top banget. Namun, ada satu aspek yang tidak dimiliki oleh lokomotif meskipun hal itu merupakan fungsi kepemimpinan yang sangat penting. Ini bukan soal kelemahan pada lokomotif, namun fakta yang menunjukkan bahwa memimpin manusia itu sungguh sangat berbeda dengan memimpin ‘gerbong-gerbong’. Sebagai seorang pemimpin, kita membutuhkan pemahaman ini. Realitasnya, kita memimpin ‘mahluk’ yang tidak begitu saja mengikuti kita, atau manut saja terhadap apapun yang kita mintakan mereka melakukannya. Oleh sebab itu, kita membutuhkan kemampuan yang disebut ‘human touch’, alias sentuhan manusiawi. Artinya, kepemimpinan yang ‘memanusiakan’ mereka. Karena manusia ingin didengar, maka memanusiakan berarti bersedia mendengar. Karena manusia punya aspirasi, maka itu juga berarti kesediaan untuk mendorong dan menyokong aspirasi mereka. Karena manusia mempunyai keinginan untuk dihargai, maka human touch juga berarti kesediaan untuk menghormati dan menghagai harkat martabat orang-orang yang kita pimpin. Pendek kata, seorang pemimpin yang bersedia untuk mempertimbangkan seluruh aspek kemanusiaan orang-orang yang dipimpinnya.

Guru kehidupan saya mengabarkan bahwa diantara orang-orang yang paling disukai oleh Tuhan dihari perhitungan adalah orang-orang yang semasa hidup menjadi pemimpin yang adil. Sebaliknya, orang yang paling dibenci Tuhan pada hari itu adalah orang-orang yang semasa hidupnya menjadi pemimpin yang lalai. Maka menjadi pemimpin adalah sebuah pertaruhan; untuk menjadi pribadi yang dicintai Tuhan, atau dibenciNya. Jika sekarang kita sudah mendapatkan amanah kepemimpinan itu, maka dihari kebangkitan nanti kita akan dihadapkan pada kedua kemungkinan itu. Mumpung masih ada waktu, mari kita belajar lagi untuk menjadi pemimpin yang lebih baik. Agar kelak, kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang dicintai Tuhan berkat amanah kepemimpinan yang kita tunaikan.  

Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Didunia: kepemimpinan adalah hasil melalui orang lain. Diakhirat: kepemimpinan adalah amal untuk orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar