Pic. Source: www.myninjaplease.com |
Pagi itu, saya sedang asyik didepan komputer. Ide-ide beterbangan mengitari kepala saya. Dan jemari tangan ini terus menari diantara toots-toots keyboard. Tiba-tiba terdengar istri saya berbicara dengan asisten rumah tangga kami di rumah. “Bu, harganya jadi 70 ribu…,” katanya.
“Emangnya apa saja yang dibeli Mbak?” balas istri saya.
“Sayur sama bumbu-bumbu, Bu….” Jawab si Mbak.
“Sekarang beli sayur dan bumbu saja sudah tujuh puluh ribu?” demikian terdengar suara istri saya lagi. “Baguuuuuuuussss…..” tambahnya.
Pas kata ‘bagus’ itu, saya seperti sedang mendengar sebuah nyanyian dari lagu melayu di tahun delapan puluhan. Mengalun merdu mendayu-dayu. Tapi seperti para suami lainnya dong; saya tidak mau terlampau ambil pusing dengan urusan harga sayuran.
“Coba kamu tanya Yono, ini harganya berapa aja…” terdengar lagi suara istri saya. “Ibu nggak akan nawar. Cuma pengen tahu aja harga masing-masingnya berapa.” Lanjutnya. Yono itu tukang sayur keliling langganan kami. Setelah terdengar suara ‘iya bu’ saya tidak mendengar apa-apa lagi.
Ketika ada kesempatan jeda, saya beranjak dari meja kerja. Sudah tidak ada pikiran apa-apa lagi soal harga sayur itu. Namun, maklum rumah kami ini ‘dekat kemana-mana’ gitu loh, sehingga akhirnya melintas juga ke dapur. Lalu secara reflex saya melirik kearah belanjaan si Mbak. Dan ketika melihat apa saja yang bisa dibeli dengan tujuh puluh ribu rupiah itu… saya jadi miris sendiri. ‘Gile, belanjaan seuprit begini menghabiskan uang sebanyak itu?’. Sungguh, itulah yang terbersit dibenak saya.
Alhamdulillah. Hingga hari ini, Allah membukakan pintu rejeki untuk kami agar bisa hidup dengan normal. Cukup saja untuk memenuhi kebutuhan hidup bergaya sederhana. Yaaa.. seperti masyarakat Indonesia pada umumnya lah. Alhamdulillah, pokoknya. Sekalipun begitu, tetap saja ada pertanyaan dalam hati; apakah sudah sedemikian tingginya biaya hidup kita dizaman ini? Bukan soal kebayar atau tidak sih. Tetapi, memikirkan betapa harga-harga bergembira ria dan berlompatan hingga berterbangan keangkasa raya begitu rasanya ada sesuatu yang tengah terjadi di dunia yang kita huni ini.
Kenyataannya, penghasilan kita rata-rata kan tidak bisa naik seperti terampilnya harga-harga itu menapaki tangga ke puncak julangnya kan? Hebat, jika pikiran Anda tidak terusik sama sekali. Itu tandanya pendapatan Anda sudah sangat tinggi sekali sehingga tidak terusik oleh berapapun harga daging sapi. Cabai merah. Garam. Sayur mayur. Dan bumbu-bumbu. Kalau Anda belum sampai ke level itu, mungkin Anda seperti saya. Kita memikirkan bagaimana caranya supaya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik. You are not alone my friend. Kita tingkatkan ikhtiarnya lagi yah.
Iyya sih. Ikhitiar mah kita kan nggak pernah putus. Tapi, wajar juga dong kalau kadang bertanya juga;”Kenapa sih orang lain kok kayaknya gampang banget dapat ini dan itu? Rumahnya megah. Mobilnya juga mewah. Tampaknya uang mereka nggak berseri gitu deh?”
Wajar kok bertanya begitu. Tetapi, kita juga mesti realistis kan? Misalnya saja. Di zaman ini memang banyak orang yang hartanya melimpah ruah. Namun tengok itu di televisi. Baca di koran. Simak berita di media masa. Tidak semua orang yang tajir itu mendapatkan harta mereka dengan cara yang terpuji loh. Selama kita masih punya iman. Kita tentu tidak tertarik untuk menghalalkan segala cara, bukan?
Bukannya kita tidak tertarik untuk menjadi orang kaya. Saya ingin menjadi orang kaya. Sedang berusaha terus agar bisa mewujudkan cita-cita itu. Tetapi, saya ingin mendapatkan kekayaan itu dengan cara-cara yang Tuhan suka. Anda juga begitu kan sahabat? Nggak gampang banget deh. Itulah yang kita rasakan. Tetapi sahabat, hal-hal yang bernilai tinggi biasanya kan tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mendapatkannya bukan?
Saya paham benar, bahwa memang ada jalan pintas untuk menuju kepada kekayaan. Ada cara gampang untuk memperoleh keberlimpahan. Di level pegawai yang menduduki posisi basah, kita sudah pada tahu rahasia umum yang biasa ditempuh sekelompok orang. Cepat bertambah pundi-pundinya. Tapi saya dan Anda, tentu tidak menginginkan yang seperti itu. Karena cara seperti itu, jelas sekali buruknya dihadapan Tuhan. Bahkan dihadapan sesama manusia juga sangat rendah.
Saya memilih berbisnis kecil-kecilan saja. Meski hasilnya tidak seukuran paus, tetapi masih cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Kenapa tidak berbisnis besar biar hasilnya besar? Saya bilang; belum. Mulai dari kecil juga tidak keberatan. Insya Allah kelak akan perlahan-lahan menjadi besar juga.
Jika Anda bisa berbisnis besar saya seneng sekali mendengarnya. Namun, jika Anda juga memulainya sama seperti saya, marilah sahabat; kita saling memberi semangat. Agar tetap gigih berjuang. Dan tetap istikomah dijalan yang baik. Setidaknya, minim dari perilaku dan praktek-praktek berbisnis yang tidak patut. Mari mulai sekarang juga. Karena akan sangat berat jika dimulai pada usia kita yang sudah terlampau tua.
Melihat orang lain yang kaya raya, memang sering membuat hati kita tergoda untuk mengambil jalan pintas. Toh semuanya terpampang dihadapan kita. Tetapi sahabatku, contohlah perilaku mereka yang kaya raya melalui usaha yang baik. Dengan cara berusaha yang bermartabat. Mari menghindarkan diri dari mencontoh mereka yang kaya raya dari menghalalkan segala cara.
Tidak usah terlampau silau dengan kekayaan orang lain yang melimpah ruah, sahabat. Karena dengan ikhtiar yang pantang menyerah pun, mungkin kita bisa mendapatkan keberlimpahan yang sama. Jika kita gigih memperjuangkannya. Namun, jangan lupa juga untuk terus berdoa. Agar Tuhan menunjukkan jalan yang disukaiNya. Sehingga kita bisa terhindar dari cara-cara nista. Mengapa demikian sahabat? Karena untuk setiap harta yang kita miliki akan ada 2 jenis pertanyaan. “Pertama, bagaimana kamu mendapatkan harta itu? Dan kedua, bagaimana cara kamu membelanjakannya.”
Oleh karenanya sahabatku, mari terus berjuang untuk mendapatkan nafkah dengan cara yang baik. Dan mari kita gunakan apa yang sudah kita miliki ini untuk hal-hal yang juga baik. Agar mudah kita menjawab kedua pertanyaan itu. Sehingga kelak, kita mendapatkan hadiah seperti yang Tuhan janjikan dalam surah 8 (Al-Anfal) ayat 4: “ …Mereka akan mendapatkan derajat yang tinggi disisi Tuhannya. Dan ampunan. Serta rezeki yang mulia.” Maukah Anda meraih rezeki yang mulia seperti itu sahabatku? Saya, mau.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
Catatan Kaki:
Rezeki kita sudah ditentukan ukurannya. Yaitu sesuai dengan ukuran ikhtiar yang kita lakukan. Dan sudah ditentukan baik buruknya. Yaitu, sesuai dengan baik atau buruk cara mendapatkan dan membelanjakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar