Catatan Kepala:
”Semangat dan tindakan yang didasari dengan ilmu jauh lebih berdampak daripada sekedar melakukan sesuatu karena euforia belaka.”
Akhir-akhir ini kita sering mendengar orang berbicara tentang Coaching & Counseling. Ada bagusnya juga sih. Namun, kadang agak janggal juga ketika pembicaraan itu berlangsung pada pada konteks yang tidak tepat. Bahkan, banyak juga orang yang ternyata tidak benar-benar memahami kosa kata yang digunakannya. Misalnya, ketika ditanya: “APA SIH BEDANYA COACHING DENGAN COUNSELING?” Masih banyak yang bingung. Padahal, keliru memahaminya bisa menyebabkan keliru juga melakukannya. Tidak heran jika proses Coaching & Counseling sering tidak berhasil mencapai tujuannya masing-masing. Karena tanpa ilmu, sesuatu yang kita lakukan tidak bisa memberikan hasil optimal. Apakah Anda pernah melakukan Coaching dan atau Counseling?
Salah satu resiko kekeliruan dalam menerapkan prinsip Coaching & Counseling adalah ketika kita tidak bisa mengenali batas-batasnya. Sesuatu yang seharusnya kita tangani dengan teknik Counseling – misalnya – secara keliru kita hadapi dengan teknik Coaching. Maka hal itu bisa menimbulkan kebergantungan bawahan kepada kita. Bukan hanya itu, kita bisa terbawa kedalam arus pusaran masalahnya. Apa lagi jika antara kita dengan bawahan itu berjenis kelamin berbeda.
Kita bisa saja menyelesaikan masalah semula, namun menghasilkan masalah yang baru antara kita dengan bawahan yang kita bimbing. Segala sesuatu memang ada ilmunya. Bukan sekedar mengikuti euphoria yang sedang berkembang di lingkungan kita. Semangat dan tindakan yang didasari dengan ilmu jauh lebih berdampak daripada sekedar melakukan sesuatu karena euforia belaka. Maka mempelajari dengan baik teknik Coaching & Counseling merupakan sebuah kebutuhan bagi para leader, supaya dalam melakukannya kita tidak sekedar meraba-raba. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami lebih dalam Coaching & Counseling, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 sudut pandang Natural Intelligence (NatIn™), berikut ini:
1. Pahami perbedaan fungsi dan tekniknya.
Sama seperti kita menggunakan kunci pas. Setiap kunci ada ukurannya masing-masing. Kita tidak bisa menggunakan kunci pas ukuran 15 untuk memutar baut seukuran 13, misalnya. Begitu pula halnya dengan Coaching & Counseling. Tanpa pemahaman itu, kita tidak bisa memposisikan diri dengan benar ketika berhadapan dengan bawahan yang membutuhkan bantuan kita. Dengan kata lain, kita tidak akan tahu persis apa sih fungsi kita ketika memainkan peran sebagai seorang Coach, dan apa fungsi kita ketika berperan sebagai seorang Counselor. Ingatlah bahwa seorang Coach mempunyai fungsi yang berbeda dengan Counselor. Begitu pula teknik dalam melaksanakan tugasnya. So, pahamilah perbedaan fungsi dan teknik diantara keduanya. Sehingga ketika Anda menerapkannya bersama anak buah, maka Anda akan bisa melakukannya dengan sebaik mungkin.
2. Pahami dan patuhi batasan-batasannya.
Bayangkan kalau seorang striker tidak memahami batasan-batasan atau perbedaan mendasar antara kewenangan striker dengan goal keeper. Bisa-bisa dia menangkap bola dengan tangannya di depan gawangnya sendiri bukan? Jika itu terjadi, dia bisa menyebabkan hukuman tendangan penalty yang merugikan teamnya. Begitu pula dengan Coach atau Counselor yang tidak mengenal batasan-batasan tugas, tanggungjawab dan kewenangan yang dimilikinya. Jika Anda pernah mendengar kasus dukun cabul, itu adalah salah satu contoh buruk yang terjadi ketika seseorang datang kepada orang yang dianggap bisa memberikan solusi bagi masalah pribadinya. Haaaa, kita kan bukan dukun. Anda mungkin berkilah demikian. Benar. Tetapi, bukan hanya dukun lho: ‘psikolog’ atau bahkan ‘guru BP’ pun bisa tergelincir jika dia tidak memahami dan tidak mematuhi batasan-batasannya. Bagaimana dengan kita bersama bawahan yang kita bimbing? Sama saja. Jika tidak pernah mendengar potret buruk kesalahkaprahan coaching dan counseling antara atasan dan bawahan ini di koran merah, itu tidak berarti tidak pernah terjadi. Tidak terekspose saja. Namun semua ekses itu tidak perlu terjadi jika kita memahami dan mematuhi batasan-batasannya.
3. Pelajari seni kombinasinya.
Dalam prakteknya, seorang leader kadang dihadapkan pada kasus-kasus yang tidak bisa diselesaikan dengan teknik Coaching saja. Atau Counseling saja. Pada tahapan masalah yang kronik, dampaknya bisa berefek kemana-mana. Maka ada situasi dimana sebagai leader kita dituntut untuk mampu mengkombinasikan teknik Coaching dengan Counseling secara simultan. Ini memang sudah termasuk kemampuan advance. Sebaiknya dilakukan oleh orang yang benar-benar terlatih. Apakah tanpa latihan kita bisa melakukannya? Tidak. Sekalipun Anda benar-benar memiliki bakat alam yang kuat. Latihan? Mutlak untuk dilakukan. Dalam konteks ini, hal yang perlu kita latih ada dua, yaitu: (1) Teknik kombinasinya dan (2) pengendalian diri. Mengapa pengendalian diri? Karena tantangan paling besar yang dihadapi oleh seorang Coach atau Counselor bukanlah yang datang dari seseorang yang sedang dibimbingnya. Melainkan dari dalam dirinya sendiri. Hanya jika mampu menguasai kedua aspek itu saja, kita bisa menguasai seni kombinasinya. Tidak bisa tidak. Karena kedua hal itu, mutlak perlunya.
4. Ikuti perkembangan ilmunya.
Sepanjang waktu, ilmu terus berkembang. Maka barangsiapa yang enggan untuk mengikuti perkembangan tumbuh kembangnya ilmu, hampir bisa dipastikan akan ketinggalan zaman. Dia mungkin tidak menyadarinya. Namun orang lain yang mengerti tahu betul jika teori dan tekniknya sudah usang. Masak sih kalau gadget komunikator selalu kita ikuti perkembangannya dari waktu ke waktu, sedangkan ilmu yang sangat menunjang kualitas kepemimpinan itu kita biarkan ketinggalan? Dulu, kita hanya berbicara tentang Coaching saja. Atau Counseling saja. Kemudian secara salah kaprah kita menyebutnya Coaching & Counseling. Sekarang, Coaching & Counseling pun masih berkembang lagi dengan kehadiran konsep Mentoring. Makanya dalam sebuah program pelatihan “Coaching – Counseling – Mentoring” yang saya fasilitasi saya sering dihadapkan pada pertanyaan klasik: Coaching – Counseling – Mentoring? Apaan lagi tuch? Kalau ditanya gadget terbaru, kita langsung nyamber. Faham betul feature-featurenya. Apakah kita juga mempunyai ketertarikan yang sama tingginya terhadap perkembangan ilmu Coaching-Counseling-Mentoring? Nah, ini challenge tambahan untuk seorang leader nih.
5. Temukan guru pembimbing yang tepat.
Salah satu kriteria orang yang tepat bagi kita untuk berguru adalah “mempunyai landasan ilmu yang mumpuni DAN pengalaman praktis dalam pekerjaannya”. Bagus saja jika kita belajar para orang yang rajin membaca textbook. Kita bisa menimba banyak pengetahuan. Namun, tanpa pengalaman empiris, ilmu yang kita dapat hanya sebatas teori belaka. Bagus juga jika kita belajar kepada orang yang terampil dari pengalaman. Kita bisa tahu trik-triknya. Namun, tidak semua orang bisa melakukannya tanpa sokongan teknik atau ilmu yang memadai. Jadi, lebih baik jika kita bisa menemukan guru atau pembimbing yang memiliki ilmunya sekaligus berpengalaman dalam dunia nyata untuk mempraktekkannya. Jarang? Memang. Namun begitu kita menemukan orang seperti ini, kita bisa mendapatkan keduanya. Orang yang memiliki kedalam ilmu dan keluasan pengalaman seperti ini biasanya tidak takut dihadapkan pada kasus-kasus aktual yang kita hadapi di lapangan. Mereka bukan tipe membuat scenario dirumah, lalu latihan sebelum tampil, kemudian mendemonstrasikannya di depan kelas. Orang yang memiliki ilmu dan pengalaman ini membuka dirinya untuk mendengar langsung dari Anda; “kasus pelik apa yang sedang Anda hadapi?” Lalu bersama Anda, dia mencari solusinya. Mencontohkan. Dan melatih Anda melakukan tahapan-tahapan prosesnya. Ingin belajar Coaching-Counseling-Mentoring? Temukan guru pembimbing yang seperti itu.
Untuk menjadi pemimpin yang lebih baik, kita perlu terus menerus mengasah kemampuan mengelola orang-orang yang kita pimpin. Apakah untuk tujuan memenuhi target-target kinerja, memecahkan masalah, ataupun untuk mengembangkan mereka. Agar mampu memainkan peran itu, kita perlu membekali diri dengan teknik dan keterampilan yang memadai. Diantara keterampilan-keterampilan yang perlu kita pertajam itu tentu saja Coaching-Counseling-Mentoring harus ada dalam daftar ceklis. Makanya, yuk kita sama-sama memperdalam ketiga skill itu lagi. Agar kualitas kepemimpinan kita, semakin hari menjadi semakin baik.
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
Trainer, & Public Speaker of Natural Intelligence
Catatan Kaki:
Pengetahuan kita tentang Coaching-Counseling-Mentoring perlu dikonversi menjadi ’keterampilan’ dalam melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar