Bagaimana Cara Mengembangkan Bakat dan Kemampuan


Dalam sebuah kelas mengenai pemberdayaan, fasilitator bertanya pada peserta, "Apakah kita bisa meniupkan kehidupan ke dalam benih?"

Timbul dualisme jawaban dari peserta, ada yang menjawab bisa, ada yang menjawab tidak.
"Saya tanya sekali lagi, sekarang pikirkan dulu masak-masak, dapatkah kita meniupkan kehidupan pada benih?"

Setelah timbul perdebatan lokal di setiap meja, para peserta akhirnya sepakat bahwa mereka tidak dapat meniupkan atau memberikan kehidupan pada sebuah benih.

"Tepat sekali. Kita sama sekali tidak dapat meniupkan atau memberikan kehidupan pada sebuah benih. Yang dapat kita lakukan adalah membuat benih tersebut tumbuh." Ujar fasilitator. "Apa yang dapat kita lakukan untuk membuat benih tersebut tumbuh?"

"Memberi pupuk!" jawab satu peserta.

"Menanamnya di tempat yang subur!" timpal satu peserta.

"Menyiraminya setiap hari!" jawab yang lainnya.

"Jawaban yang bagus. Sekarang pertanyaan berikutnya, dapatkah kita mematikan sebuah tanaman?"

"Tentu saja bisa!" Jawab para peserta secara serentak.

"Bagaimana caranya?" Tantang fasilitator.

"Cabut dari tanah!"

"Injak-injak sampai mati!"

"Abaikan saja!"

"Jangan disiram, jangan diberi pupuk, biarkan tanaman itu mati kekeringan dan kekurangan nutrisi!"

"Taruh di ruangan yang tidak terkena sinar matahari sama sekali! Lama kelamaan pasti mati"

"Patahkan rantingnya! Buang semua daunnya!"


"Hebat... hebat... Teman-teman semua disini tahu bagaimana caranya merawat maupun mematikan tanaman. Tepuk tangan dulu buat kita semua..." Ujar fasilitator.

Kelas pun menjadi ramai oleh tepuk tangan para peserta.

Setelah tepuk tangan mereda, fasilitator kita kembali bertanya, "sekarang, bila tanaman tersebut adalah anak buah dari teman-teman sekalian, bagaimana caranya agar membuat mereka dalam tanda kutip mati atau tidak berkembang?"

Sontak kelas menjadi hening. Semua orang sepertinya sedang berpikir dengan keras.

"Atau saya ubah pertanyaannya, bila teman-teman disini adalah yang menjadi 'tanaman', bagaimana perasaan teman-teman ketika 'dimatikan' oleh atasan Anda?"

Kelas pun menjadi semakin hening.

Terdengar suara perlahan dari salah seorang peserta, "sedih, marah, kecewa..."

"Kenapa?" tanya fasilitator kita.

"Kita merasa potensi yang kita miliki tidak dipakai, atasan tidak mau mengembangkan kita, apapun yang kita lakukan selalu dinilai kurang, atasan memberi target yang tinggi sekali tapi tidak memberikan bekal sama sekali..."

"Pernahkah teman-teman mengalami situasi seperti itu?"

"Kalau belum pernah mungkin saya masih di tempat kerja yang lama pak!" Celetuk salah seorang peserta.

"Tepat sekali! Tidak seperti tanaman yang akan mati bila tidak dirawat, manusia, meminjam istilah Agen Smith di film Matrix, ’manusia adalah virus’, ketika tidak bisa berkembang di satu lingkungan, dia akan mencoba beradaptasi, atau pindah mencari lingkungan lainnya.
Bila menghadapi atasan yang tidak mampu membuatnya berkembang atau setidaknya mengakomodir kebutuhan, keinginan dan harapannya, pilihan yang tersedia buat dia hanya dua, tetap bertahan dan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan atasannya, dengan akibat dia akan bekerja secara ogah-ogahan atau apa adanya; atau dia memilih alternatif kedua, rajin membaca koran di hari sabtu dan minggu, terutama di bagian iklan, mencari lingkungan lainnya yang dapat membuatnya berkembang atau memenuhi apa yang menjadi harapannya.

Padahal, tugas sebagai pemimpin sekarang ini selain mencapai target yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah memberdayakan anak buah. Jack Welch pernah menyatakan bahwa tugas utamanya di General Electric sebenarnya adalah mengembangkan talenta orang-orang di perusahaannya, beliau bahkan menyamakan tugasnya tersebut sama dengan seorang tukang kebun yang bertugas untuk menyiram dan memberi pupuk, terutama pada para eksekutifnya. Kenapa dia melakukan hal seperti itu? Karena sebenarnya mereka bekerja untuk mencapai target atasannya, dan target tersebut akan sulit untuk tercapai bila anak buah tidak diberdayakan. Yang sama artinya dengan punya anak buah tetapi semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Betul?" Tanya fasilitator sambil menirukan gaya ustad yang kondang dengan sebutan da'i sejuta umat.

"Betuuulll..." jawab para peserta.

"Oke, jadi sebagai pemimpin teman-teman harus mau dan mampu memberdayakan anak buahnya, mirip dengan tukang kebun dalam usahanya untuk menumbuhkan tanaman di kebunnya. Siap untuk melakukannya?"

"Siap!!!" jawab para peserta secara serempak.

 Salam hangat,

N. Adhi W.
Leading Facilitator

Tidak ada komentar:

Posting Komentar