Menu

Mengambil Peran Secara Aktif

Siapa sih yang tidak gelisah soal materi di zaman ini? Tengok saja misalnya harga sayuran dan kebutuhan sehari-hari. Bikin nyesek banget kan? Kalau yang gajinya sebatas UMR sih sudah pasti mengira mereka yang bergaji sepuluh juta bisa bernafas lega. Nyatanya, orang bergaji sepuluh juta merasa mesti gajian belasan juta dulu baru bisa tenang. Yang gajinya belasan juta, katanya butuh mendapatkan puluhan juta dulu untuk bisa tenteram. Dan sshhts… – jangan bilang siapa-siapa ya – meski gaji sudah puluhan juta juga ternyata gaya hidup ikut melambung tinggi ke udara. Mungkin kudu mendapatkan ratusan juta sebulan kali ya? Tapi, konon yang dibayar ratusan juta juga masih punya banyak utang di bank. Jadi, siapa yang tidak gelisah soal materi dizaman ini?  

Ada yang tidak gelisah. Yaitu, orang yang mencukupkan dirinya dengan apa yang bisa didapatkannya. Hanya itu satu-satunya cara untuk tidak gelisah. Ini berlaku untuk semua orang. Mau yang gajinya besar banget, yang agak besar, ataupun yang pas-pasan. Selama tidak mencukupkan diri dengan apa yang didaparkannya tidak akan pernah merasa cukup hidupnya. Dan ketika hidup terasa tidak cukup, maka kegelisahan terhadap urusan materi akan menguasai dirinya. Makanya wajar jika mereka yang senantiasa mampu hidup dengan apa yang mereka miliki selalu diliputi oleh ketenteraman hati.

“Dicukupkan sih dicukupkan Dang. Tapi gimana mau cukup kalau harga-harga terus terbang tinggi kayak gini!” Anda boleh protes begitu. “Masak sih kita mesti pasif saja!”

Saya setuju sekali dengan pernyataan Anda. Memang, kita tidak boleh hanya pasif saja. Coba perhatikan sekali lagi kalimat ini; “Rasa tenteram soal materi itu hanya bisa kita raih jika kita mencukupkan diri dengan apa yang kita dapatkan.” Tapi, saya tidak mengatakan bahwa kita mesti mencukupkan diri dengan gaji yang kita terima kan? Anda paham maksud saya? Begini: Gaji kita, mungkin tidak akan cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan hidup yang semakin merambat naik ini. Oleh karenanya, kita mesti ‘lebih aktif’ dalam menjalani hidup. Supaya bisa mendapatkan lebih dari sekedar gaji.

Semoga, sekarang kita sudah berada dalam satu frekuensi yang sama ya. Cukup sudah deh dengan sikap alam bawah sadar yang hanya melihat gaji sebagai pendapatan kita. Kita mesti belajar bahwa disekeliling kita ini terdapat begitu banyak kesempatan. Dikantor Anda misalnya. Gaji boleh sama. Tetapi bonus dan insentif bisa saja berbeda, bukan? Pertanyaannya sesederhana ini; maukah kita untuk bersikap lebih proaktif lagi agar bisa menjadi orang yang layak berpendapatan lebih banyak? Sayangnya, banyak orang yang tidak sanggup memberi jawaban yang tepat terhadap pertanyaan sederhana itu.

Kita, lebih suka kerja gampang daripada kerja keras banting tulang. Kita, lebih suka ngobrol di warung kopi daripada mengerjakan hal lain tanpa diperintah atasan. Kita, lebih suka merumpi daripada memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan.  Kenyataannya, banyak juga kok orang yang berangkat dari titik awal yang sama namun berhasil melangkah lebih jauh daripada orang-orang yang lainnya. Padahal, mungkin itu bukan karena mereka lebih hebat dari kita. Melainkan karena mereka bersedia bekerja lebih gigih, lebih rajin, lebih berdisiplin, dan lebih proaktif dari kita. Ya wajar dong jika karir mereka semakin membaik dan penghasilan mereka semakin banyak.

Terus, kita mau menyalahkan perusahaan? Kan nggak fair juga. Hari ini, sudah terasa sekali betapa jomplangnya penghasilan kita dengan biaya hidup yang mesti kita keluarkan. Bisa nggak Anda bayangkan bakal seperti apa situasinya 10 tahun yang akan datang? Akan lebih mudahkah. Atau justru menjadi semakin sulit? Kalau Anda yakin akan lebih mudah, silakan saja untuk terus memelihara sikap pasif. Mau gampangnya saja. Atau bekerja alakadarnya. Tapi jika Anda merasa bahwa situasinya mungkin akan semakin sulit, maka ijinkan saya mengatakan bahwa; Anda masih punya waktu 10 tahun lagi sebelum kesulitan itu terjadi. Maka mulai saat ini juga, ayo kita tumbuhkan sikap aktif dari dalam diri kita.

Nggak ada loh yang bakal peduli pada nasib kita 10 tahun lagi bakal jadi apa. Cuman kita sendiri yang punya peluang memikirkannya. Boss-boss Anda? Mereka punya kesibukan lain yang jauh lebih penting dari sekedar memikirkan Anda. Teman-teman Anda? Lah, mereka juga sama kalang kabutnya menyiapkan masa depan mereka sendiri. Pacar Anda? Belum tentu masih mau bersama Anda jika keadaannya begini-begini saja. Anda sendiri – dan hanya Anda sendiri – yang bakal peduli.

Sahabatku, hari ini kita sudah merasa gerah. Kita tidak tahu akan seberapa gerah lagi beberapa tahun mendatang. Makanya, ayo mumpung masih ada kesempatan kita persiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Agar jika saat itu datang, kita tidak lagi terlalu menderita seperti saat ini. Mari ingat kembali bahwa apa yang kita dapatkan saat ini adalah buah dari usaha kita dimasa lalu. Maka mari jangan biarkan masa depan kita tetap serba berat hanya gara-gara kita tidak membuat cukup tindakan saat ini. Nggak susah kok untuk memulainya. Permulaannya, kurangi kegiatan yang kurang produktif dijam kerja Anda. Lalu, lakukan apa saja supaya Anda bisa lebih menghasilkan. Sederhana kan?

Kalau Anda masih merasa berat untuk melakukan hal sederhana itu. Sebaiknya, renungkanlah ini: Jika berkah itu bisa didapatkan dengan diam, mengapa Tuhan memberi kita kaki dan tangan? Jika rezeki itu bisa diperoleh dengan diam, kenapa Tuhan berikan kita akal dan budi? Jika kehidupan yang baik itu bisa kita raih dengan diam, kenapa Tuhan menciptakan kita dalam kesempurnaan? Kita berperan secara aktif. Itulah yang Tuhan inginkan.

 by DEKA – Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Yang diam pun tetap akan kebagian. Tapi, sebaiknya tidak mengharapkan hal yang lebih baik dari apa yang selama ini didapatkan. Karena, kerja keras diperlukan untuk mencapai hal-hal yang tidak datang dengan sendirinya.

Baca artikel-artikel terbaik yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar