Menu

Menyia-nyiakan Diri Sendiri


Catatan Kepala: ”Segala sesuatu yang ditelantarkan akan lebih cepat rusak dibandingkan dengan sesuatu yang digunakan setiap hari.”

Judul tulisan saya terkesan sangat sadis sekali. Seolah-olah kita ini sudah sedemikian putus asanya sehingga diri sendiri pun disia-siakan. Kita, memang tidak sampai membuat diri sendiri terlantar seperti mereka yang sudah kehilangan kesadaran dirinya. Namun, jika ditilik lebih dekat lagi; ada begitu banyak potensi diri kita yang sampai saat ini belum kita daya gunakan. Kita tahu jika kita mampu, namun kita tidak melakukannya – misalnya. Kebiasaan untuk bekerja setengah-setengah juga menunjukkan jika kita masih suka menyia-nyiakan diri kita sendiri. Demikian pula halnya jika kita masih senang berkilah; “Saya akan melakukannya, jika saya sudah menjadi blablabla…” Meski kita rajin merawat tampilan fisik kita – namun jika sikap kita masih seperti – maka itu menunjukkan bahwa kita menyia-nyiakan diri kita sendiri.
Saya memiliki sepeda BMX berwarna silver. Ada dua sepeda lainnya milik anak-anak saya. Bedanya, mereka menggunakan sepeda itu setiap hari, sedangkan saya sudah sangat lama sekali tidak menyentuhnya. Sore itu, saya berniat bermain sepeda dengan anak-anak. Namun niat itu tidak terlaksana karena saya mendapati kondisi sepeda itu benar-benar diluar dugaan. Selain dipenuhi oleh debu, kedua bannya juga gembos. Rantainya kering, dan di bagian-bagian tertentu sudah nyaris ditumbuhi jamur. Sungguh sangat jauh berbeda kondisinya dengan sepeda anak-anak saya. Apakah anak-anak mencuci dan membersihkan sepeda mereka setiap hari? Tidak. Tapi mengapa sepeda mereka tetap tampak terawat? Sederhana saja; mereka menggunakannya setiap hari. Bagaimana dengan sepeda saya? Dia telah lama saya telantarkan, hingga menjadi lebih cepat rusak. Jangan-jangan, saya juga telah menelantarkan begitu banyak potensi diri yang saya miliki. Dulu saya bisa ini dan itu. Namun karena jarang dipakai, saya tidak lagi memiliki kemampuan itu. Pagi ini saya tersentak oleh sebuah kesadaran tentang betapa berbahayanya menyia-nyiakan diri sendiri. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mewarat diri sendiri, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:     

1. Praktekkan terus agar tetap aktual. 
Beberapa waktu lalu saya curhat kepada istri saya tentang kemampuan bahasa Inggris saya yang sudah mulai kedodoran. Dulu, saya terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara verbal maupun lewat tulisan. Meskipun kemampuan bahasa Inggris saya tidak menonjol, namun memadai untuk menjalankan tugas-tugas di level internasional. Bahkan saya bisa menulis dan menerbitkan buku dalam bahasa Inggris. Setelah pensiun, saya jarang berkomunikasi dengan orang-orang berbahasa Inggris. Sekarang kemampuan berbahasa Inggris saya tidak secanggih dulu. Malah ada beberapa kosa kata yang saya sudah lupa artinya. Semua keterampilan akan sirna jika kita tidak memperdulikannya. Keterampilan kerja Anda akan berkurang, jika Anda mulai malas untuk mempraktekkannya. Maka dari itu, pikirkanlah kerugian yang akan Anda sendiri alami, setiap kali Anda tergoda untuk bekerja asal-asalan. Karena kerja yang asal-asalan bukan hanya merugikan perusahaan, melainkan sangat merugikan diri Anda sendiri. Bahkan ketika Anda sedang kesal dengan atasan, teman atau kebijakan yang diambil perusahaan. Teruslah mengerahkan semua kemampuan yang Anda miliki secara optimal. Sebab, hanya itulah satu-satunya cara bagi Anda untuk menjaganya agar tetap aktual.

2. Latih terus agar semakin mahir. 
Berapa banyak kursus, training dan pelatihan yang pernah Anda ikuti? Mungkin sangat banyak sekali. Sekarang, berapa banyak kemampuan atau keterampilan yang Anda peroleh dari training itu yang masih bisa Anda praktekkan dengan baik? Faktanya, banyak orang yang hanya memiliki sertifikat menterengnya, namun tidak lagi memiliki kemahirannya. Ada sebuah CV yang memuat begitu banyak jenis kursus yang pernah diikuti seorang kandidat karyawan baru. Beliau bisa menjelaskan jenis-jenis kursus itu dengan sangat fasih.  Namun ketika diminta untuk ‘mendemonstrasikan’ keterampilah yang didapat darinya? Hmmh, hampir tidak ada bedanya dengan orang-orang yang tidak pernah mengikuti macam-macam event mahal dan bergengsi itu. Jelas sekali jika kemampuan untuk ‘melakukan’ sesuatu sama sekali tidak berhubungan dengan ‘menceritakannya’. Padahal, dalam sebagian besar kondisi yang kita hadapi; perusahaan membutuhkan keterampilan untuk ‘melakukan’ sesuatu, bukan menceritakannya kembali. You can talk, but you must work. Silakan saja jika Anda ingin membicarakannya. Tetapi yang terpenting adalah; Anda melakukannya. Dan kemampuan untuk melakukan sesuatu itu perlu terus dilatih agar bisa berkembang menjadi sebuah ‘kemahiran’. Apakah trainer Anda bersedia untuk terus menerus melatih dan hadir disisi Anda? Sebagai seorang trainer, saya mengakui bahwa saya tidak sanggup begitu. Anda harus melatihnya sendiri. Dan cara latihan terbaik adalah mempraktekkan semua ilmu dan keterampilan – yang sudah Anda pelajari di ruang training itu – dalam aktivitas kerja harian Anda.

3. Amalkan terus agar semakin berguna. 
Salah satu nasihat paling indah yang pernah saya dengar adalah;”Ilmu yang bermanfaat itu pahalanya mengalir sampai kiamat.” Duh, betapa beruntungnya orang-orang yang berilmu dan bersedia menggunakan ilmunya untuk kemanfaat dunia yang ditinggalinya. Guru kehidupan saya menyebutnya sebagai ‘rahmatan lil alamin’, menjadi rahmat atau anugerah bagi semesta alam. Maka wajar jika orang-orang seperti itu tetap mendapat ganjaran pahala kebaikan meskipun sudah almarhum. Karena mereka tidak bosan-bosannya menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk mengasilkan sebuah karya yang berguna bagi siapa saja. Sekarang, mari kita tengok sejenak apa yang sudah atau biasa kita lakukan dengan ilmu dan keterampilan kita. Bukankah kita sering enggan untuk menggunakan seluruh ilmu dan kemampuan maksimal kita hanya karena kita merasa “ini bukan perusahaan gue!”. Atau, “gaji gue cuma segini kok.” Atau, “rajin dan malas imbalannya sama, mas. Nyapain ngoyo….?”  Iya, ya; ngapain ngoyo? Benar, kita tidak usah ngoyo. Karena yang harus kita lakukan memang bukan ngoyo, melainkan menjadikan diri kita berguna bagi banyak orang. Jika Anda tidak ingin mendedikasikannya untuk perusahaan tempat Anda bekerja, maka Anda bisa melakukannya untuk Anda sendiri. Sebab semua kinerja yang Anda berikan bukan hanya berdampak pada perusahaan, melainkan memberi manfaat kepada teman-teman Anda, pelanggan Anda, dan yang pasti diri Anda sendiri. Maka amalkanlah terus ilmu dan keterampilan Anda, agar hidup Anda bisa semakin berguna.

4. Gali terus agar faham semakin mendalam. 
Salah satu aspek yang paling saya sukai dalam menjalankan profesi sebagai seorang trainer adalah; saya berkesempatan untuk menggali semakin dalam terhadap suatu aspek yang hendak saya bagikan. Dari waktu kewaktu pemahaman saya menjadi semakin mendalam. Dan perkembangan pemahaman itu juga mempengaruhi kedalaman materi yang saya sampaikan. Makanya – meski topiknya sama – boleh jadi setiap sesi training saya berbeda dengan sesi training sebelumnya yang sudah saya lakukan. Sama seperti halnya pekerjaan atau aktivitas harian yang kita lakukan. Jika kita menjalaninya dengan tetap mengobarkan keingintahuan, maka pasti kita akan mendapatkan sebuah pelajaran baru. Jika kita tetap menggelorakan kesediaan melakukan perbaikan, pasti kita menemukan hal-hal yang bisa kita tingkatkan. Tapi kalau kita hanya melakukannya dengan semangat alakadarnya, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk menemukan inspirasi baru, fakta-fakta baru, pemahaman baru, dan peluang-peluang baru. Mengapa bisa begitu? Karena bahkan dalam kegiatan-kegiatan yang itu-itu saja pun terdapat begitu banyak fenomena yang belum tersingkap. Semua itu, hanya akan bisa ditemukan oleh mereka yang bersedia untuk terus menggali pemahaman yang lebih dalam. Dan itulah yang bisa menjadikan dirinya terus berada digaris terdepan.

5. Gunakan terus seusai keinginan pemberinya. 
Mau diapain tuch sepedanya? Begitu istri saya bertanya. Berikan saja kepada seseorang, begitu saya merespon. “Gampang,” balasnya. “Banyak kok yang mau sepeda itu.” Saya terperanjat dengan jawabannya. Bukan karena tidak rela, melainkan saya ingin agar sepeda itu ‘jatuh’ ketangan orang-orang yang memang akan merawat dan menggunakannya. Bukan kepada mereka yang hanya mau mengambilnya, lalu menjualnya karena ingin gampangnya. Saya ingin sekali agar orang yang menerima sepeda itu menggunakannya sesuai dengan bayangan saya. Kira-kira, Dzat yang telah memberi kita segala kemampuan ini menginginkan kita mengunakannya untuk apa ya? Saya tidak ingin memberi sepeda kepada mereka yang hanya akan membiarkannya terlantar. Maka pasti Tuhan pun tidak ingin kita menelantarkan semua kemampuan dan daya diri yang sudah diberikanNya. Saya tidak ingin orang itu menggunakan sepeda saya untuk menunjang perilaku-perilaku buruk. Tuhan pun tidak ingin kita menggunakan daya diri ini untuk perbuatan-perbuatan buruk. Orang itu berjanji untuk merawat dan menggunakan sepeda itu sebaik-baiknya. Dan menurut kitab suci, sewaktu di alam ruh kita sudah berjanji kepada Tuhan untuk menjadi sebaik-baiknya hamba. Alastubirobbikum – bersediakah kau akui Aku sebagai Tuhanmu? Tanya Tuhan. Benar ya Tuhan, Engkaulah Tuhan kami. Begitulah kita menjawab untuk menegaskan bahwa kalau jadi lahir ke bumi; kita akan mematuhi aturan yang telah digariskanNya. Dan menggunakan seluruh daya diri ini dalam segala hal yang disukaiNya.

Tidak seorang pun mampu memahami sampai sejauh – setinggi – dan sebesar apa kecanggihan yang ada didalam dirinya. Kita hanya mengetahui sedikit saja. Sayang sekali jika dari yang sedikit kita ketahui itu lebih banyak yang kita biarkan terlantar, sehingga meski sudah tahu kita kembali menjadi tidak tahu. Setelah terampil kita kembali tidak mampu melakukannya; hanya karena kita enggan untuk menerapkannya dalam aktivitas sehari-hari. Memang, banyak pengaruh lingkungan yang tidak sesuai dengan keinginan kita sehingga kita kecewa dibuatnya. Namun, jika karena kekecewaan itu kita membiarkan kapasitas diri kita tidak terdayagunakan, maka itu sama artinya dengan menyia-nyiakan diri kita sendiri. Padahal, tidak ada kesia-siaan yang bisa memberi manfaat. Dan tidak ada kesia-siaan yang bisa menjadikan diri kita lebih baik. Dengan sikap itu, didunia kita hanya akan menjadi pribadi yang semakin tidak diperhitungkan. Sedangkankan diakhirat, kita hanya akan menyesali segala sesuatu yang dahulu tidak kita lakukan. Maka, mulai sekarang; mari kita semakin banyak mendayagunakan kapasitas diri yang kita miliki. Agar didunia kita bisa lebih banyak berkontribusi. Dan diakhirat kita semakin dicintai Sang Maha Pencinta.

Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Mendayagunakan kapasitas diri kita itu bukan untuk kepentingan orang lain, melainkan demi kebaikan diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar