Menu

Makanan Yang Membahayakan Keluarga Kita


Catatan Kepala: ”Makanan yang kita santap tidak hanya mempengaruhi kebugaran fisik saja, melainkan juga kesehatan mental kita.”

Saya tidak akan membahas tentang junk food, gulai otak, sop kaki kambing, atau jenis-jenis makanan semacamnya. Selain sudah banyak yang membahasnya, makanan-makanan seperti itu juga masih oke saja untuk dinikmati sekali-sekali. Saya lebih tertarik membahas tentang jenis makanan yang sangat berbahaya bagi keluarga kita, bahkan jika kita hanya memakannya sedikit saja. Makanan-makanan ini mungkin tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh kita, tetapi justru sangat merusak kesehatan mental seseorang. Mengapa bisa begitu? Karena ternyata, makanan yang kita santap tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik saja, melainkan juga kesehatan mental kita. Sudahkah Anda mengetahui makanan apa sajakah yang berbahaya itu?
Ada kisah tentang sebuah keluarga yang ‘serba berkecukupan’. Apapun yang mereka inginkan, selalu bisa didapatkan. Sayangnya, tak satupun dari anggota keluarga itu yang ‘beres’. Ada saja ‘perilaku’ mereka yang menyimpang dari norma umum. Menjelang masa tuanya sang kepala keluarga mencari-cari jawaban; mengapa keluarganya yang serba wah itu bisa berantakan? Dengan bantuan penasihat spiritual yang dipercayainya akhirnya beliau menemukan bahwa semua itu ternyata berakar dari nafkah yang diberikan kepada keluarganya. Sebagian besar nafkah itu diperolehnya melalui cara-cara yang tidak sepatutnya. Sekarang beliau faham, mengapa Nabi suci mewanti-wanti kita agar memberi nafkah yang halal bagi keluarga. Dampaknya tidak beliau rasakan ketika masih muda, berjaya dan berkuasa. Namun justru semakin jelas terlihat ketika usianya menjelang senja. Sayangnya, mesin waktu tidak bisa diputar ulang. Sekarang, beliau hanya bisa melihat, betapa merusaknya efek dari nafkah tidak halal yang diberikan kepada keluarganya. Saya, ingin sekali terhindar dari penyesalan masa tua seperti itu. Dan tampaknya, kita bisa memulainya dengan menghindarkan diri dan keluarga kita dari nafkah yang tidak berkah. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mewaspadai makanan yang membahayakan keluarga kita, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:   

1. Menyayangi anak-anak kita. 
Masa pertumbuhan, begitulah kita menyebut tahapan kehidupan anak-anak kita. Mulai dari terbentuknya janin dalam rahim. Lalu lahir sebagai bayi mungil. Kemudian tumbuh menjadi balita dan akhirnya menjadi buah hati yang kita banggakan hingga mereka beranjak dewasa. Sekarang, mari kita bayangkan; bagaimana seandainya setiap sel sekujur tubuh buah hati kita itu dibangun dari nafkah yang tidak suci? Bukankah setiap kali kita memberinya makanan dan minuman akan dimetabolisme menjadi bahan dasar pertumbuhan sel-sel tubuhnya? Maka memberi mereka makanan dan minuman dari nafkah yang bukan hak kita sama artinya dengan menodai tubuh anak-anak kita sendiri. Tidak heran jika anak-anak kita hanya tumbuh bagus fisiknya saja. Tetapi perilakunya sangat jauh dari harapan kita sebagai orang tuanya. Seburuk apapun perilaku kita, tentu kita ingin anak-anak kita menjadi pribadi mulia. Maka sudah sepatutnya kita berhati-hati dengan setiap butir nasi dan tetesan minuman yang kita suapkan ke mulut mereka. Agar kita bisa memastikan bahwa setiap sel didalam tubuhnya yang terus bertumbuh kembang itu,  hanya ada nafkah yang berkah.

2. Menjaga kesehatan mental kita. 
Kalau sedang ke supermarket, coba sesekali perhatikan perilaku orang di area buah-buahan. Ada saja yang mengambil anggur atau jeruk lalu ‘diam-diam’ memakannya, kan? Padahal, mereka bisa membaca tulisan ini “TIDAK UNTUK DICOBA”. Dalam skala yang lebih besar, cobalah perhatikan orang-orang yang terbiasa menyantap harta yang bukan haknya. Bisakah Anda menemukan penyimpangan dalam perilakunya? Ternyata, makanan yang kita santap itu tidak hanya mempengaruhi fisik lho. Mental kita pun turut terpengaruh. Efek paling rendah dari nafkah tidak berkah adalah ‘hilangnya rasa malu’. Meskipun dilihat banyak orang – kalau sudah terbiasa mengambil bukan hak kita – maka kita akan kehilangan rasa malu. Cobalah perhatikan wajah mereka ketika disorot kamera TV. Tetap ceria kan? Padahal kata Rasulullah; “Malu adalah sebagian dari iman.” Tanpa rasa malu, iman bisa rusak separuh. Malu adalah juga tanda sebuah kewarasan. Maka selain iman yang rusak, hilangnya rasa malu untuk mengambil yang bukan hak kita menunjukkan adanya kerusakan mental.

3. Melanggengkan ketentraman hati kita. 
Setelah memasuki masa pensiun, kita ingin menjalani kehidupan yang tentram, kan ya? Tapi, coba Anda perhatikan bertapa banyak orang yang memasuki masa pensiun justru dikejar-kejar oleh aparat hukum. Banyak orang yang kehilangan kesempatan untuk menikmati masa tua dengan penuh kedamaian hanya karena harus mempertanggungjawabkan tindakan masa lalunya. Benar, tidak semua yang dulu pernah berbuat salah ketahuan. Banyak yang lolos dari jerat hukum. Tapi hey, bisakah Anda membayangkan apa yang dirasakannya didalam hati selama menjalani hari-harinya? Ketika rumah kita yang biasanya ramai menjadi sepi. Dikala anak-anak kita yang biasanya berisik sudah tinggal di rumahnya masing-masing; kita akan kembali memasuki masa-masa sunyi. Dikala sunyi itulah biasanya kita lebih bisa mendengar bisikan nurani. Sepongah apapun kita, tetap saja akan luluh saat mendengar nurani kita berbicara apa adanya. Seangkuh apapun kita, tetap saja bergetar ketika hati kita mengingatkan bahwa ‘saatnya akan segera tiba’. Duh, dengan semua yang sudah kita lakukan dimasa lalu; bagaimana kita bisa menyongsong kedatangan ‘sesuatu yang pasti datang’ itu dengan hati tenteram? Makanya, mumpung masih ada waktu; mulai sekarang kita hindari tindakan-tindakan yang akan menimbulkan sesal dikemudian hari. Cukuplah dengan apa yang menjadi hak kita. Yang lainnya, sudahlah lepaskan saja.

4. Mustajabkan doa-doa kita. 
Kapan terakhir kali Anda berdoa? Mungkin Anda melakukannya setiap hari, iya kan? Doa untuk anak-anak kita. Doa untuk Ayah dan Bunda kita. Doa untuk orang-orang yang kita cintai. Dan doa untuk diri kita sendiri. Bahkan sekalipun kita jarang berdoa, tapi pada saat-saat ‘genting’ pasti kita memanjatkan doa. Kita ingin agar Tuhan mendengar doa-doa kita. Dan berkenan mengabulkannya. Pertanyaan saya; berapa banyak doa Anda yang sudah terkabulkan? Boleh jadi, hal itu berkaitan dengan nafkah yang kita makan lho. Guru kehidupan saya mengisahkan tentang nasihat Rasul. Kata beliau; “Setiap suap makanan yang tidak halal akan menghalangi doa seseorang selama 40 hari.”  Jika Tuhan tidak mau mendengar doa kita selama 40 hari untuk sesuap makanan tidak halal yang kita santap, bayangkan; berapa puluh tahun pintu doa itu akan tertutup jika kita sudah terbiasa  mengambil sesuatu yang bukan hak kita?  Jika kita ingin agar doa-doa itu dikabulkan Tuhan, maka kita harus bersedia mengakhiri semua tindakan mengambil harta, nafkah, uang atau benda-benda apapun yang bukan hak kita.

5. Mendekati Yang Maha Baik dengan yang baik. 
Saya yakin jika sebagai orang yang beriman Anda menginginkan untuk bisa berdekat-dekatan dengan Tuhan. Kita percaya bahwa Tuhan adalah Yang Maha Baik. Bukankah tidak mungkin Sang Maha Baik bisa didekati dengan sesuatu yang tidak baik? Makanan yang masuk kedalam tubuh kita akan menyatu dengan seluruh bagian tubuh. Jika makanan kita baik, maka tubuh kita juga baik. Tetapi, jika makanan kita buruk atau didapat dengan cara yang buruk; bagaimana mungkin kita bisa berharap menghasilkan tubuh yang baik? Duh, tidak ada pencapaian tertinggi yang paling dirindukan oleh manusia selain bertemu dengan Tuhannya di sorga kelak. Namun, apakah Dia bersedia menerima kita atau tidak; sangat ditentukan oleh kualitas makanan yang kita santap selama didunia. Namun karena Tuhan itu Maha Baik, maka untuk bisa mendekatiNya kita butuh membangun tubuh kita dengan makanan yang didapatkan dengan cara yang baik.

Mungkin kita tidak bisa menjadi mahluk yang suci. Tapi setidak-tidaknya kita tidak bersengaja mengotorinya dengan makanan dari nafkah yang tidak berkah. Setiap kali tergoda untuk mengambil yang bukan hak kita, ingatlah selalu bahwa darah dan tubuh anak kita akan terpengaruh. Mental dan hati kita akan menjadi hampa. Doa-doa kita akan tertolak. Dan kita, tidak pernah bisa bertemu dengan Tuhan yang kita rindukan. Semoga dengan kesadara itu, kita merasa tercukupkan dengan apa yang memang sudah menjadi hak kita. Sehingga nafkah yang kita berikan kepada keluarga kita dijamin nilai berkahnya. Dan dengan begitu, keluarga kita bisa terhindar dari makanan-makanan yang mambahayakan dunia dan akhiratnya.

Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
Trainer Bidang Kepemimpian dan Pembedayaan Diri

Catatan Kaki:
Nafkah yang berkah tidak hanya mengeyangkan dan menyenangkan kita didunia, namun juga menjamin keselamatan di akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar