Apa yang Anda lakukan ketika semua orang dikantor Anda pada males? Ya ikutan males juga ya. Ngapain juga semangat sendirian? Bisa babak belur kita. Kerja lebih banyak dari orang lain. Padahal bayarannya belum tentu lebih gede. Jadi, kalau teman-teman pada males. Kita kompakan males juga dong. Kalau teman-temannya pada semangat; Anda ikut semangat apa nggak? Ya tergantung. Bayaran kita bagus nggak. Kalau bayaran mereka lebih gede, ya wajar dong mereka lebih rajin. Glek!
Boleh saja sih jika Anda memilih untuk bersikap seperti itu. Toh tidak ada yang bisa memaksa Anda untuk tidak begitu kan. Apalagi saya yang tidak memiliki kewenangan apapun untuk mengurusi pilihan cara kerja Anda. “Siape elo, ngatur-ngatur hidup gue!?” kan Anda bisa bilang begitu sama saya. Well. Saya angkat tangan. Nggak mau ikut campur soal itu.
Tapi kalau saya boleh bertanya;”Apa sih yang bisa Anda dapatkan dari sikap dan cara kerja seperti itu?” Saya hanya nanya loh. Maksud saya, Anda bisa membawa pulang hasil yang signifikan nggak jika terus berprinsip seperti itu? Jika hasilnya banyak, weh oke banget tuch. Enak kan, kalau boleh males tapi hasilnya bejibun. Keren kalau punya kerjaan begitu mah.
Namun, kalau hasil yang Anda bawa pulang tidak sebanyak itu. Maka, mungkin Anda perlu kembali merenungkan; apakah sepadan waktu dan tenaga yang Anda korbankan untuk menjalani pekerjaan itu? Anda kan sudah berkorban bangun pagi, mandi, pergi pulang macet-macetan. Seharian tenggelam dalam berbagai kesibukan. Kadang diomelin atasan atau pelanggan. Tapi, hasilnya nggak signfikan. Oh, kesian. Eh, maksud saya emh… mungkin sikap dan cara kerja yang Anda anut itu perlu perbaikan.
Jika kepengen hasil lebih baik, maka sikap dan cara kerja kita mesti lebih baik. Salah satu yang paling penting adalah; nggak ikut-ikutan males seperti orang lain. Soalnya, Anda sudah tahu kalau cara kerja seperti itu nggak memungkinkan hasil yang berarti. Gaji Anda paling yaaa gitu-gitu ajalah. Bonus? Mana bisa didapatkan mereka yang males. Pasti ada mis-menejmen kalau karyawan nggak bagus dapet bonus. Jenjang karir? Bukan untuk mereka yang tidak bisa membuktikan komitmen penuh pada profesinya.
Jadi, boleh banget kalau Anda mengikuti malesnya orang-orang dikantor. Tapi konsekuensinya Anda akan menjadi seperti mereka. Perhatikan saja karir mereka. Bagus nggak? Hampir bisa dipastikan bahwa mereka tidak bisa menjadi siapa-siapa. Kelak kalau pensiun, ya gitu deh nasibnya. Namun kalau Anda bersedia terus menjaga profesionalitas kerja Anda tetap baik meskipun kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah Anda pada males; maka boleh jadi, masa depan karir Anda bakal lebih baik daripada mereka.
Memang sih, Anda bakal cape kerja secara professional sendirian disaat orang lain pada males. Pelanggan akan lebih suka berhubungan dengan Anda daripada dengan orang lain. Atasan akan lebih suka menyuruh Anda daripada nyuruh yang lain. Kolega akan lebih suka mengandalkan Anda daripada mengerjakan bagiannya sendiri. Semuanya bikin tambah kerjaan. Tapi ingatkah Anda bahwa justru melalui banyak dan seringnya mengerjakan hal yang sama itu kita menjadi mahir? Maka bersyukurlah Anda ketika lingkungan kerja memberikan kesempatan lebih banyak untuk mencoba dan melakukannya. Kelak, Anda menjadi ahli dibidang itu.
Lantas kapan naik karirnya? Sabar my friends. Kalau kita terlalu cepat naik karir juga belum tentu baik kok. Banyak orang yang naik jabatan, misalnya. Tapi sebenarnya dari sisi skill belum memadai. Dicemooh anak buahnya mereka. Banyak juga yang secara mental sebenarnya belum siap. Maka mereka stress dalam menjalankan tugasnya. Seneng sih dengan gaji atau fasilitas dan gengsinya. Tapi batinnya menderita karena sebenarnya mereka belum bisa mengemban tanggungjawab sebesar itu. Beda kalau Anda benar-benar mateng, terampil dan siap secara mental. Pertumbuhan karir Anda bakal kerasa nikmatnya. Dan dalam menjalankan amanah itu, Anda tidak akan mendapatkan kesulitan.
Ini adalah saatnya kita mempersiapkan diri untuk tanggung jawab yang lebih besar dimasa depan, teman. Jadi, nggak cocok kalau ngikutin malesnya orang lain. Biarin aja kalau mereka mau begitu. Tapi Anda, mesti melihat masa depan karir itu dari sekarang. Sekalipun perusahaan Anda ‘tidak terlalu menjanjikan’. Kan ada tuch perusahaan yang cuman rutinitas doang. Nggak mikirin karir karyawan. Tetep aja Anda mesti persiapkan diri Anda untuk masa depan itu. Soalnya, kalau Anda sudah berhasil membangun profesionalitas yang tinggi; maka peluang bagi Anda akan terbuka semakin lebar. Entah dikantor yang sekarang, atau ditempat yang bahkan kita sendiri belum bayangkan. Siapa yang tahu kan?
Kesimpulannya teman. Anda tidak boleh terpengaruh oleh kinerja buruk teman-teman Anda. Atau perlakuan tak patut atasan Anda. Atau ketidakpedulian menejmen terhadap karir Anda. Semua itu cuman godaan. Untuk menguji Anda; apakah sanggup menjadi diri sendiri yang lebih baik atau tidak. Hasilnya, mungkin tidak Anda rasakan sekarang. Tapi ketika saatnya tiba kelak, manfaatnya akan Anda rasakan.
Berat menjalaninya? Mungkin. Tapi akan lebih berat lagi jika akhir karir Anda hanya bisa seperti senior-senior Anda yang cuman gitu-gitu dowang. Wajar, kalau merasa berat. Karena Anda sedang belajar. Maka bersungguh-sungguhlah menjalaninya. Supaya hasilnya bagus. Dan mungkin tidak perlu terlalu lama waktunya.
Tampillah menjadi pribadi yang ‘berbeda secara positif’ dibandingkan kolega kerja Anda lainnya. Siap sedialah untuk mengambil tugas yang lebih banyak atau lebih berbobot. Yang belum bisa Anda tangani jika perlu. Supaya gampang minta sama atasan untuk menyediakan Anda pelatihan yang relevan. Jika boss tidak mau kirim Anda pelatihan di luar, maka Anda bisa menyarankan padanya untuk mengundang trainernya agar melakukan pelatihan itu secara internal. Dan karena Anda punya niat yang kuat buat belajar, saya yakin Anda akan mengikutinya dengan sepenuh kesungguhan.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan kaki:
Ada sejumlah karyawan dengan kualitas dibawah rata-rata. Kebanyakan karyawan lainnya hanya rata-rata saja. Dan ada sedikit karyawan yang istimewa. Nah, mereka yang sedikit inilah yang perjalanan karirnya luar biasa. Anda termasuk karyawan yang mana?
Boleh saja sih jika Anda memilih untuk bersikap seperti itu. Toh tidak ada yang bisa memaksa Anda untuk tidak begitu kan. Apalagi saya yang tidak memiliki kewenangan apapun untuk mengurusi pilihan cara kerja Anda. “Siape elo, ngatur-ngatur hidup gue!?” kan Anda bisa bilang begitu sama saya. Well. Saya angkat tangan. Nggak mau ikut campur soal itu.
Tapi kalau saya boleh bertanya;”Apa sih yang bisa Anda dapatkan dari sikap dan cara kerja seperti itu?” Saya hanya nanya loh. Maksud saya, Anda bisa membawa pulang hasil yang signifikan nggak jika terus berprinsip seperti itu? Jika hasilnya banyak, weh oke banget tuch. Enak kan, kalau boleh males tapi hasilnya bejibun. Keren kalau punya kerjaan begitu mah.
Namun, kalau hasil yang Anda bawa pulang tidak sebanyak itu. Maka, mungkin Anda perlu kembali merenungkan; apakah sepadan waktu dan tenaga yang Anda korbankan untuk menjalani pekerjaan itu? Anda kan sudah berkorban bangun pagi, mandi, pergi pulang macet-macetan. Seharian tenggelam dalam berbagai kesibukan. Kadang diomelin atasan atau pelanggan. Tapi, hasilnya nggak signfikan. Oh, kesian. Eh, maksud saya emh… mungkin sikap dan cara kerja yang Anda anut itu perlu perbaikan.
Jika kepengen hasil lebih baik, maka sikap dan cara kerja kita mesti lebih baik. Salah satu yang paling penting adalah; nggak ikut-ikutan males seperti orang lain. Soalnya, Anda sudah tahu kalau cara kerja seperti itu nggak memungkinkan hasil yang berarti. Gaji Anda paling yaaa gitu-gitu ajalah. Bonus? Mana bisa didapatkan mereka yang males. Pasti ada mis-menejmen kalau karyawan nggak bagus dapet bonus. Jenjang karir? Bukan untuk mereka yang tidak bisa membuktikan komitmen penuh pada profesinya.
Jadi, boleh banget kalau Anda mengikuti malesnya orang-orang dikantor. Tapi konsekuensinya Anda akan menjadi seperti mereka. Perhatikan saja karir mereka. Bagus nggak? Hampir bisa dipastikan bahwa mereka tidak bisa menjadi siapa-siapa. Kelak kalau pensiun, ya gitu deh nasibnya. Namun kalau Anda bersedia terus menjaga profesionalitas kerja Anda tetap baik meskipun kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah Anda pada males; maka boleh jadi, masa depan karir Anda bakal lebih baik daripada mereka.
Memang sih, Anda bakal cape kerja secara professional sendirian disaat orang lain pada males. Pelanggan akan lebih suka berhubungan dengan Anda daripada dengan orang lain. Atasan akan lebih suka menyuruh Anda daripada nyuruh yang lain. Kolega akan lebih suka mengandalkan Anda daripada mengerjakan bagiannya sendiri. Semuanya bikin tambah kerjaan. Tapi ingatkah Anda bahwa justru melalui banyak dan seringnya mengerjakan hal yang sama itu kita menjadi mahir? Maka bersyukurlah Anda ketika lingkungan kerja memberikan kesempatan lebih banyak untuk mencoba dan melakukannya. Kelak, Anda menjadi ahli dibidang itu.
Lantas kapan naik karirnya? Sabar my friends. Kalau kita terlalu cepat naik karir juga belum tentu baik kok. Banyak orang yang naik jabatan, misalnya. Tapi sebenarnya dari sisi skill belum memadai. Dicemooh anak buahnya mereka. Banyak juga yang secara mental sebenarnya belum siap. Maka mereka stress dalam menjalankan tugasnya. Seneng sih dengan gaji atau fasilitas dan gengsinya. Tapi batinnya menderita karena sebenarnya mereka belum bisa mengemban tanggungjawab sebesar itu. Beda kalau Anda benar-benar mateng, terampil dan siap secara mental. Pertumbuhan karir Anda bakal kerasa nikmatnya. Dan dalam menjalankan amanah itu, Anda tidak akan mendapatkan kesulitan.
Ini adalah saatnya kita mempersiapkan diri untuk tanggung jawab yang lebih besar dimasa depan, teman. Jadi, nggak cocok kalau ngikutin malesnya orang lain. Biarin aja kalau mereka mau begitu. Tapi Anda, mesti melihat masa depan karir itu dari sekarang. Sekalipun perusahaan Anda ‘tidak terlalu menjanjikan’. Kan ada tuch perusahaan yang cuman rutinitas doang. Nggak mikirin karir karyawan. Tetep aja Anda mesti persiapkan diri Anda untuk masa depan itu. Soalnya, kalau Anda sudah berhasil membangun profesionalitas yang tinggi; maka peluang bagi Anda akan terbuka semakin lebar. Entah dikantor yang sekarang, atau ditempat yang bahkan kita sendiri belum bayangkan. Siapa yang tahu kan?
Kesimpulannya teman. Anda tidak boleh terpengaruh oleh kinerja buruk teman-teman Anda. Atau perlakuan tak patut atasan Anda. Atau ketidakpedulian menejmen terhadap karir Anda. Semua itu cuman godaan. Untuk menguji Anda; apakah sanggup menjadi diri sendiri yang lebih baik atau tidak. Hasilnya, mungkin tidak Anda rasakan sekarang. Tapi ketika saatnya tiba kelak, manfaatnya akan Anda rasakan.
Berat menjalaninya? Mungkin. Tapi akan lebih berat lagi jika akhir karir Anda hanya bisa seperti senior-senior Anda yang cuman gitu-gitu dowang. Wajar, kalau merasa berat. Karena Anda sedang belajar. Maka bersungguh-sungguhlah menjalaninya. Supaya hasilnya bagus. Dan mungkin tidak perlu terlalu lama waktunya.
Tampillah menjadi pribadi yang ‘berbeda secara positif’ dibandingkan kolega kerja Anda lainnya. Siap sedialah untuk mengambil tugas yang lebih banyak atau lebih berbobot. Yang belum bisa Anda tangani jika perlu. Supaya gampang minta sama atasan untuk menyediakan Anda pelatihan yang relevan. Jika boss tidak mau kirim Anda pelatihan di luar, maka Anda bisa menyarankan padanya untuk mengundang trainernya agar melakukan pelatihan itu secara internal. Dan karena Anda punya niat yang kuat buat belajar, saya yakin Anda akan mengikutinya dengan sepenuh kesungguhan.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan kaki:
Ada sejumlah karyawan dengan kualitas dibawah rata-rata. Kebanyakan karyawan lainnya hanya rata-rata saja. Dan ada sedikit karyawan yang istimewa. Nah, mereka yang sedikit inilah yang perjalanan karirnya luar biasa. Anda termasuk karyawan yang mana?
Baca artikel-artikel terbaik yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar