Pic. Source: thetimediet.org |
Mungkin teman saya benar. Tetapi, berdasarkan yang saya alami; justru dengan mengerahkan seluruh kemampuan diri dalam pekerjaan itulah saya mendapatkan manfaat optimal dalam proses belajar mengembangkan diri melalui universitas pekerjaan. Tapi katanya, ngapain membuat diri sendiri sibuk seperti itu? Mendingan nyantai aja kaleee… Jelas sekali jika teman saya ini, belum memahami betapa besarnya keuntungan menjadi orang sibuk.
Di hari pertama berada di rumah setelah libur lebaran, saya segera menghidupkan mobil. Maksud hati sih sekedar ingin memanaskan mesinnya saja, karena selama 8 hari praktis tidak dihidupkan sama sekali. “Ada baiknya jika sore ini dipanaskan,” sesederhana itu saja sih yang saya pikirkan. Tetapi, niat itu tidak kesampaian. Karena ketika kunci kontak diputar, yang terdengar hanyalah suara seperti kuda yang sedang cengegesan. Diputar sekali lagi, terdengar ‘cengengeengengenges’ lagi. Putar lagi, ‘cengengengenges’ lagi. Wadduh, kenapa ini mobil? Padahal nggak biasanya begini.
Saya tidak mau masalah itu berkepanjangan. Maka segera saya telepon bengkel langganan. Dalam konsultasi jarak jauh itu, saya menjelaskan bahwa selama ini baik-baik saja. Namun setelah ditinggal selama 8 hari, mobil saya mendadak tidak bisa dihidupkan. “Kenapa ya?” demikian saya bertanya dengan harapan mendapatkan penjelasan saintifik yang memuaskan. Bukannya menjawab, jagoan bengkel itu malah mentertawakan.
“Kenapa elo malah ketawa, men?” begitu saya protes. Lagian kan nggak baik ketawa diatas penderitaan orang lain.
“Lain kali kalo mau liburan lama, elo copotion itu kabel aki-nya….” Begitu dia bilang.
“Maksud eloh?” Maklum, kalau orang cuman bisa pake ya seperti saya ini. Sok gaya pake mobil tapi nggak ngerti soal mesin sama sekali.
“Ya udah deh, besok pagi gue beresin mobil elo,” begitu jawabnya. Sama sekali bukan jawaban atas pertanyaan saya.
Keesokan harinya, saya punya kesempatan untuk menuntaskan rasa penasaran. “Kenapa kabel akinya mesti gue copot?”
“Hahaha, begini Mas Bro,” jawabnya. “Meskipun mobil elo itu nongkrong aja di garasi, tapi fungsi-fungsi kelistrikannya jalan terus. Makanya, energy yang tersimpan didalam aki kepake terus sampe habis deh. Faham?”
“Dasar lu ye. Nyebut ‘faham’-nya kaya ngomong sama orang pilon aja…” Hahaha, maklum orang sensi. Bukannya terimakasih sudah dijelasin. Malah protes pula. “Yayaya, gue sekarang mengerti. Jadi lain kali kalau lama nggak gue pake, mesti dicopot ya kabel akinya…”
“Pinter….” Katanya. “Lain kali, kalau ada masalah dengan mobil elo, jangan nelepon gue lagi…” tambahnya. “Mesti elo sendiri yang atasi.”
“Halah, tugas gue mah nyetir doang.” Balas saya.
“Tadi katanya sudah ngerti,” dia membalas lagi.
“Yeee, siapa yang bilang ngerti soal mesin mobil,” saya nggak mau kalah dong. “Yang gue ngerti itu, soal urusan di kantor gue.”
“Nape emangnya?” sekarang dia yang balik bertanya.
“Begini….” Saya memulai. Kita ini biasanya cemberut aja kalau lagi sibuk. Ngomel bin ngedumel kalau kerjaan bertumpuk-tumpuk. Maunya kita sih gaji gede, kerjaan dikit. Makin gampang kerjaan, makin senang. Kalau bisa sih nyari perusahaan yang mau bayar besar, tapi kitanya nongkrong aja. Nggak usah ngerjain apa-apa. Kalau kerjaan kayak sekarang mah, sibuknya sampai keubun-ubun tapi bayaran cuman sampai ke ATM doang. Pagi gajian, sore sudah ditransfer kemana-mana.
“Nggak. Gue nggak gitu.” Diluar dugaan, orang itu sama sekali tidak kena dengan kondisi yang saya jelaskan. “Gue,” katanya. “Justru nggak bisa kalau nggak kerja.”
“Maksud eloh?” saya melongo.
“Lihat baju dinas gue. Lihat tangan gue.” Tambahnya lagi. “Belepotan dengan oli.”
“Ciyus…???”
“Justru dengan ngerjain mesin-mesin yang sulit-sulit itulah gue makin ngerti soal mobil.” Jawabnya.
Saya mengerti.
Disitulah bedanya antara orang yang bekerja hanya sekedar untuk mendapatkan uang, dengan orang yang bekerja untuk mengasah keterampilan dirinya sendiri.
“Seperti aki elo itu,” dia bicara lagi. “Mati kan gara-gara elo biarkan dia nganggur berhari-hari.” Hening sejenak. Lalu.. “Manusia juga ya begitu itu.”
“Begitu itu begimana maksud eloh?” Saya bertanya seperti orang bego. Emang sih, kalau soal mesin mobil mah saya bener-benar nol besar deh. Cuman bisa pake doang.
Teman saya itu menjelaskan bahwa kalau kita kelamaan nyantai, maka kita bakal seperti aki itu. Soak. Justru kita mesti terus menyibukkan diri dengan ini dan itu. Justru melalui kesibukan itu sel-sel otak kita terus aktif dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Dan otot-otot di tubuh kita melatih dirinya sehingga semakin terampil. Logis kan ya? Kalau otak dan otot kita nggak dipake secara optimal saat bekerja, artinya kita sedang membiarkannya jadi soak. Kerja sih, tapi nggak mikir. Rugi.
Selama di kantor, kita juga kan kerja ya? Nggak kayak aki mobil saya yang ‘libur total’ selama 8 hari. Iyya sih, kita ngantor setiap hari. Tapi, kerjaan yang kita lakukan cuman yang itu-itu saja dan dengan cara yang begitu-begitu saja. Padahal, kita tahu bahwa sebenarnya kita ini bisa melakukan hal-hal lainnya dengan sangat baik juga. Cuman, kita memilih nggak melakukannya karena merasa bahwa gaji dari kantor juga cuman segini. Ya kalau kerjaan pokok udah selelesai ngapain ngerjain yang lain lagi? Ntar kalau gaji sudah nambah, maka bolehlah kita nambah kerjaannya.
Perhatikanlah pernyataan kita diatas; ‘Gue akan kerahkan kemampuan lainnya nanti, kalau gaji gue udah naik’. Pernyataan yang lazim, baik diucapkan dengan lidah atau hanya gumaman dalam hati. Dan perhatikan ini: Kita memang bekerja setiap hari, tapi menggunakan keterampilan yang selama ini kita gunakan. Kenapa? Karena keterampilan lain yang lebih canggih, sedang kita ‘istirahatkan’ sampai tiba saatnya nanti gaji kita dinaikkan. Dan kita, merasa senang kalau nggak sibuk.
Sah aja sih. Tapi, kapan Anda akan naik gaji? Mungkin nunggu tahun depan kali ya. Artinya apa tuch? Artinya, masa istirahat kita itu bahkan jauh lebih lama dari masa istirahatnya aki mobil saya yang hanya 8 hari. Makanya, tidak heran jika umur kita semakin tua, namun bukannya semakin tajam keterampilan kita. Yang ada adalah; keterampilan yang kita sudah punya pun menjadi semakin pudar. Dan semakin melemah. Sehingga lama-lama; kita hanya bisa mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan yang cetek saja. Sedangkan keterampilan kita yang canggih, sudah terlanjur soak. Seperti aki mobil saya. Yang soak, karena terlalu lama dibiarkan menganggur.
Sahabatku, itulah salah satu manfaat kesibukan. Namun, itu bukanlah satu-satunya manfaat. Banyak manfaat lainnya. Dan manfaat tertinggi dengan menjadi orang yang sibuk adalah; kita bisa lebih dekat dengan Tuhan. Silakan simak Surah 55 (Ar-Rahman) ayat 29. Anda akan temukan firman ini; “Segala yang ada di langit dan dibumi selalu meminta kepada Allah. Setiap hari, Dia berada dalam kesibukan....”. Bukankah yang sibuk itu hanya cocok dengan yang sibuk juga? Yang tidak sibuk, tidak cocok dengan yang sibuk. Maka sahabatku, beruntunglah kita jika menjadi orang sibuk. Karena dengan menjadi orang yang selalu sibuk, kita berada di tempat yang sama dengan Tuhan Yang Maha Sibuk.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
Catatan Kaki:
Saat mendedikasikan yang terbaik pada pekerjaan, sebenarnya kita tidak sedang memberi kepada perusahaan. Melainkan sedang memberi kepada diri sendiri kesempatan untuk terus hidup dengan keterampilan yang semakin mumpuni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar