Menu

Motivasi : Antara Kuperman, Supelman, Superman


Penulis: Dadang Kadarusman
Ada tiga jenis manusia yang kita kenal. Pertama adalah orang yang lebih suka menyendiri sehingga ruang pergaulannya sempit. Kita sebut saja dia sebagai Kuperman. Kedua, orang yang pitar dan luwes dalam bergaul sehingga lingkup pergaulannya luas. Kita menyebutnya sebagai orang supel alias Supelman. Ketiga, orang yang pencapaian dalam hidupnya sangat mengagumkan sehingga manfaatnya dirasakan oleh banyak orang. Sebut saja sebagai Superman. Ada keterkaitan antara ketiga jenis manusia itu. 
Para Supelman biasanya berhasil berteman dengan Superman, sehingga pada akhirnya dia juga menjadi seorang Superman. Sedangkan para Kuperman biasanya sibuk terus dengan dirinya sendiri sehingga dari hari kehari hanya berkutat dengan kubik kecil kehidupannya. Dia tidak menjadi siapa-siapa. Dan dia nyaris tidak dikenal oleh siapa-siapa sehingga sangat mudah untuk dilupakan. Saya yakin, tak seorang pun menginginkan akhir kehidupan seperti itu. Makanya, setiap orang perlu belajar untuk menjadi Supelman.
Remote AC yang satu ternyata tidak bisa digunakan untuk AC merek lain. Bahkan sama merk tapi beda tipe pun belum tentu bisa menggunakan remote yang sama. Saya baru menyadarinya ketika romote AC di rumah kami mengalami kerusakan. Setelah gagal mencari penggantinya akhirnya saya bertemu seorang ahli reparasi alat elektronik. Dia menawarkan remote dengan merk ’aneh’. Lha, remote AC terkenal saja tidak bisa dipake untuk AC lain kok dia malah menawarkan remote ecek-ecek. One remote, one AC. Tapi dia berhasil meyakinkan saya soal ’tidak ada salahnya mencoba’. Daripada kepanasan terus? Sampai di rumah, saya hanya perlu melakukkan ’setting’ sederhana. Dan...beerrrrrr AC itu hidup. Ajaib. Saya membaca manual dalam kardusnya. Mengejutkan. Ternyata, remote AC itu kompatible dengan 1000 jenis AC! Hah? Disaat remote lain hanya cocok untuk satu tipe, remote itu bisa ’nyambung’ dengan SERIBU jenis. Sama seperti kita. Ada yang supel dan ada yang kuper. Dan orang-orang supel terbukti bisa lebih sukses hidupnya. Melihat fakta itu, saya semakin ingin untuk menjadi pribadi supel. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi pribadi supel, saya ajak memulainya dengan memahami 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:

1.      Pergaulan memberi harapan perbaikan signifikan. Normalnya, kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang saat ini kita dapatkan. Pendapatan yang meningkat, misalnya, hanya akan berdampak beberapa saat. Seiring berjalannya waktu, kita membutuhkan adanya ‘perbaikan’. Absurd sekali jika kita mengharapkan perbaikan signifikan namun lingkup pergaulan kita hanya disitu-situ saja. Karena lingkungan yang sama hanya akan memberi Anda ‘delta’ normatif. Jika Anda mengharapkan perubahan yang signifikan, maka Anda harus bersedia meraihnya dalam radius jangkauan yang lebih besar. Banyak fakta yang menunjukkan orang-orang yang pandai bergaul lebih berhasil dalam karirnya daripada mereka yang hanya sibuk dengan kalangan terbatas. Ada begitu banyak peluang diluar sana. Namun kita tidak bisa melihatnya jika hanya ‘beredar’ dalam lingkaran kecil yang mengungkung keseharian hidup kita. Reach! Pergilah keluar dari zona mungil kenyamanan Anda, lalu raihlah persabahabatan yang bisa lebih mendekatkan diri Anda kepada kesuksesan yang lebih tinggi. 

2.      Setiap orang mengharapkan manfaat untuk dirinya. What in it for me? Itulah pertanyaan yang selalu diajukan oleh setiap pribadi. Termasuk Anda, saya dan mereka. Dalam setiap hubungan yang kita bangun dengan orang lain selalu ada pertanyaan itu, baik secara langsung ataupun tidak. Meski bernada egois, tetapi sesungguhnya hal itu memiliki sisi positif. Saat orang mempertanyakan apa manfaat yang bisa kita berikan kepada mereka, maka jiwa kita pun terpacu untuk melakukan sesuatu yang bisa memberi manfaat. Dalam banyak situasi, bahkan kehidupan kita bisa jauh lebih efektif ketika dituntut oleh orang lain untuk melakukan sesuatu daripada mengharapkan motivasi yang datang dari diri sendiri. Kita bisa menjadi pribadi yang jauh lebih baik jika berteman dengan orang yang menuntut hal-hal terbaik dari diri kita, misalnya. Sebaliknya, kita juga berhak untuk ‘menuntut’ manfaat dari pergaulan yang kita bangun. Hanya saja, hendaknya dipastikan agar kita tidak berfokus hanya kepada manfaat berupa materi belaka. Karena manfaat sebuah pergaulan jauh melampui sekat-sekat kebendaan. Maka lakukanlah sesuatu untuk orang lain. Dan harapkanlah sesuatu dari orang lain. Karena setiap orang mengharapkan manfaat dari setiap hubungan yang dibangunnya.

3.      Brand terbaik adalah ‘diri Anda sendiri’. Saya mengira hanya remote AC dengan brand tertentu yang bisa menyelesaikan masalah saya. Ternyata tidak. Kesulitan saya mendapatkan pengganti dari brand terkenal itu ternyata membawa hikmah berupa pemahaman bahwa saya lebih membutuhkan ‘kebergunaan’, bukan sekedar ‘brand’. Manusia juga begitu. Ada banyak orang top yang kita kenal. Dan kita sering mengira bahwa kalau bisa bergaul dengan mereka, maka efektivitas hidup kita akan menjadi lebih baik. Mungkin memang begitu. Seperti halnya kalau saya mendapatkan remote yang sesuai brand itu. Tetapi, faktanya; orang-orang yang sudah ‘punya brand’ itu tidak selalu mudah untuk dijangkau. Seperti remote branded yang saya cari, mereka tidak selalu available. Saya justru menemukan kebergunaan yang jauh melampaui harapan-harapan saya sebelumnya dari brand yang ‘tidak dikenal’. Bisa jadi, sebenarnya kita juga bisa menemukan keberdayaan itu dari orang-orang ‘biasa’. Maka mulai sekarang, mari bebaskan diri kita dari kesilauan kepada nama besar yang tidak selalu bisa kita sentuh. Saatnya mendekat kepada orang-orang biasa yang selalu ada untuk kita. Sebaliknya. Kita juga bisa menjadi ‘seseorang’ yang berarti bagi orang lain. Meski hanya dengan tindakan kecil, tetapi itu bisa menjadi ‘sesuatu banget’ bagi mereka. Mengapa? Karena brand terbaik itu bukanlah nama besar orang-orang terkenal. Tetapi brand yang tersusun dari huruf-huruf yang membentuk nama Anda.

4.      Pergaulan heterogen lebih memperkaya khasanah kita. Coba cek, orang-orang dalam jaringan Anda. Latar belakangnya, profesinya, hobinya, dan faktor penanda lainnya. Apakah mereka lebih  banyak kesamaan? Kita cenderung bergaul dengan orang-orang yang memiliki kemiripan, atau bahkan menuntut adanya kesamaan. Padahal, kesempurnaan hidup kita tidak dibangun oleh homogenitas. Efektivitas hidup kita justru dibangun dari heterogenitas. Cobalah untuk menerima perbedaan dan menggunakannya untuk saling mengisi dan berbagi. Jika Anda orang HRD, misalnya, memang baik bergabung dengan komunitas HRD. Karena dalam komunits itu kita bisa saling belajar meningkatkan pemahaman tentang bidang yang kita geluti. Tetapi, jika Anda juga bergabung dengan komunitas sales, misalnya. Maka selain memahami prinsip-prinsip HRD, Anda juga memahami cara menerapkannya untuk orang-orang sales. Sebaliknya, jika Anda orang sales, bergabung dengan komunitas HRD membantu Anda untuk lebih memahami bagaimana orang HRD menangani karyawan. Pemahaman masing-masing ini bukan sekedar bisa membuat kita lebih sadar. Tetapi juga lebih pengertian. Dan lebih dewasa dalam menyikapi segala sesuatu. Bagaimana dengan bidang dan komunitas lainnya? Layak untuk kita coba masuki dan jajaki.

5.      Pergaulan mempengaruhi baik dan buruknya kita. Bergaul dengan tukang minyak wangi, membuat kita kebagian wanginya. Bergaul dengan pedagang ikan, tentu membuat kita juga kebagian amisnya. Dalam setiap interaksi yang kita bangun, pasti ada pertukaran energy. Oleh sebab itu, penting untuk memperhatikan energy semacam apa yang dipancarkan oleh orang-orang dalam jaringan Anda. Orang-orang yang sikap atau perilakunya negatif, memancarkan energy negatif. Dan disadari atau tidak, energy itu terus menerus terkirim kearah kita. Demikian pula halnya dengan orang-orang yang berpikir, bersikap, dan berperilaku positif. Energinya senantiasa mendatangi diri kita. Makanya, baik dan buruknya diri kita juga sangat ditentukan oleh baik buruknya orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk memilih siapa saja orang yang kita jadikan teman. Siapa yang harus kita jadikan teman jika demikian? Penyebar energy positifkah atau sebaliknya? Bergantung apa yang kita inginkan dalam hidup kita. Jika kita ingin menjadi pribadi yang semakin hari semakin baik, maka pilihannya hanya satu, yaitu; bertemanlah dengan orang-orang yang bisa mempengaruhi, mendorong dan membantu kita untuk menjadi orang yang lebih baik. Karena pergaulan kita, mempengaruhi baik dan buruknya diri kita.

Pergaulanlah yang menentukan efektivitas hidup seseorang. Dengan kata lain, peluang orang-orang supel (supelman) untuk menjadi pribadi dengan pencapaian istimewa (superman) jauh lebih besar daripada para penyendiri (kuperman). Meski dengan mengisolasi diri kita bisa membuat sebuah penemuan, namuan tanpa pergaulan; penemuan itu hanya akan menjadi koleksi laboratorium belaka. Tidak akan bisa memberi manfaat bagi dunia. Terlebih lagi di zaman ini. Kita bahkan tidak bisa untuk tidak berkomunikasi. Kesempatan terserak dimana-mana. Peluang bertebaran disetiap sudut hingga menembus ruang-ruang pribadi kita. Sayang jika kita melewatkannya begitu saja. Atau hanya sekedar selingan belaka. Ini adalah era dimana setiap pribadi berksempatan untuk mengambil dan memberi manfaat melalui hubungan yang bisa dibangunnya bersama orang lain. Bahkan dengan mereka yang hanya bisa dijangkau dalam dunia maya. Saya siap untuk belajar menjadi Supelman. Bagaimana dengan Anda? readbud - get paid to read and rate articles

Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman –  7 Oktober 2011
Penulis buku ”Natural Intelligence Leadership” 
Catatan Kaki:
Orang biasa yang supel lebih berpeluang untuk meraih perncapaian tinggi daripada orang hebat yang mengucilkan diri.

Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang karenanya.

 Follow DK on Twitter @dangkadarusman

2 komentar:

  1. hmm, kalo orang terlanjur ganteng seperti saya ini, jadinya kuperman apa supelman ya mas? (ngarep) hehe

    http://agfian.wordpress.com/2012/02/18/finger-print-di-fisipol-sebagai-alat-presensi/

    BalasHapus