Ketundukan (sam’an wa tha’atan) lahir, berbanding lurus dengan keadilan dan
kasih sayang pemimpin
Sesungguhnya kehadiran manusia di muka bumi ini di samping sebagai abdullah, pula sebagai khalifatullah (mandataris Allah SWT). Tugas pertama menegakkan nilai-nilai agama (iqamatud din). Tugas ini jika berjalan dengan baik, berefek pada kehidupan yang berkualitas secara lahir dan batin, dalam skala kehidupan individu (hayatan thayyibah), keluarga (sakinah, mawaddah wa rahmah), masyarakat (qaryah mubarakah), negara (baladan amina), dan kumpulan beberapa negara (global state) (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur).
Islam hadir menjaga enam kebutuhan primer manusia. Yaitu: menjaga jiwa, akal, harta, agama, keturunan, dan kehormatan diri dari kontaminasi penyimpangan. Islam bersahut-sahutan dengan fitrah manusia. Fitrah manusia senang dengan sesuatu yang dikenali hati (ma’ruf), kejujuran, kesantunan, kesejukan, dan lain-lain. Dan mengingkari sesuatu yang diingkari hati (mungkar), kebohongan, kepalsuan, kekerasan, dan lain-lain.
Tugas yang kedua adalah sebagai wakil Allah SWT (khalifah), untuk mengelola dan memakmurkan alam semesta dan isinya (siyastud dunya) agar berjalan secara harmonis. Bersahabat, bahkan tunduk kepada manusia.
Jika kita merujuk Al-Quran dan Al-Hadits, ada beberapa istilah kepemimpinan, yang menunjukkan fungsi yang diembannya sekaligus.
Pertama: Imam.
Dari kata imam berkembang menjadi umm (yang dirujuk, diteladani, induk). Kemudian lahir kata amam (yang selalu berada di depan). Istilah pertama mengajarkan sejatinya menjadi pemimpin itu dituntut mengedepankan keteladanan. Kemudian lahir pula kata ummat. Berarti pemimpin yang legitimed itu bukan sebatas konstitusional formal, juga berpihak kepada masyarakat bawah. Sehingga keberadaannya dirindukan dan dicintai.
Kedua, Khalifah.
Dari istilah ini menggambarkan bahwa pemimpin yang ideal itu memiliki komitmen untuk menggulirkan proses regenerasi. Tidak mempertahankan status qua. Hal ini karena umur pemimpin itu hanya seputar 60-70 tahun. Jika terlambat dalam mewariskan nilai dan amal kepada generasi pelanjut, akan terjadi kemandekan, stagnan.
Ketiga, waliyyul amr.
Wali artinya mencintai dan melindungi. Amr maknanya urusan penting bawahannya. Istilah ini melukiskan bahwa pemimpin itu mencintai yang dipimpinnya dan melayani (berkhidmah) serta memetakan dan mengurai kerumitan urusan yang mereka hadapi.
Keempat, ra’in.
Rain secara kebahasaan artinya menggembala. Artinya, kualitas kepemimpinan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh seringnya berdiplomasi dan berorasi (katsratur riwayah), tetapi diukur dari katsratur ri’ayah (mutu pelayannanya), dan katsratul istima’ (banyak mendengar keluhan yang dipimpinnya).
Taskhir
Keempat fungsi kepemimpinan di atas jika diimplementasikan dalam lingkungan sosial, akan melahirkan taskhir (ketundukan yang dipimpinnya). Ketundukan (sam’an wa tha’atan) lahir, berbanding lurus dengan keadilan dan kasih sayang pemimpin. Jadi, ketundukan itu tidak datang secara tiba-tiba (instan), tetapi melalui proses yang panjang (konstan). Taskhir (ketundukan alam semesta kepada manusia) sebagai khalifah, terdapat dalam al-Quran surat al-Hajj (22) : 65 juga bersyarat.
“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
Konsep taskhir pada ayat di atas perlu dijadikan pelajaran moral. Karena akhir-akhir ini kita kenyang dengan bencana yang bersumber dari udara, laut dan darat, bahkan di perut bumi (dengan kejadian tanah longsor). Akhirnya dalam hati kita menyisakan pertanyaan penting, di manakah letak ketundukan alam terhadap tuannya (manusia)? Mengapa akhir-akhir ini alam berubah menjadi tidak bersahabat?
Ternyata, taskhir dalam Islam tidak lahir secara instan (kebetulan), tanpa syarat. Ketundukan alam kepada manusia, tidak secara cuma-cuma (gratis). Alam semesta ini tunduk selama manusia menjalankan fungsi kekhalifahannya dengan cara yang benar. Manakala manusia tidak mengelola alam dengan baik, bahkan mengeksploitasinya secara berlebih-lebihan tanpa mengindahkan rambu-rambu, bahkan menumpahkan darah dan air mata, maka tidak ada jaminan alam mempertontonkan ketundukan.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Rum (30) : 41)
Menurut Shofwatut Tafasir oleh Syaikh Ali Ash Shabuni, yang dimaksud dengan kalimat “bimaa kasabat aidinnas” adalah disebabkan oleh dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia.
Jadi ketundukan kita kepada ketentuan Allah SWT yang tertulis (kalimatullah) akan berefek pada keharmonisan lingkungan sosial kita (khalqullah). Suka bersedekah bisa dicintai yang diberi dan menolak bencana. Banyak membaca Al-Quran bisa menghindarkan kepikunan di masa tua. Tua-tua berbudi, makin tua makin mengabdi. Yang senang silaturrahim memiliki umur kedua dan kekayaannya berlimpah. Suka main perempuan mempercepat ketuaan. Yang suka memberi akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Yang menanam kebaikan akan memanen. Yang senang beramal shalih akan meninggikan derajat pemiliknya, menghapus dosanya, membantunya dalam mengurai kerumitan hidup.Yang suka minum-minuman keras, syaraf-syaraf otaknya mengalami disfungsi. Yang senang berjudi, melahirkan mental pemalas, dan lain-lain.
Manakala para pemimpin, pejabat, penggede negeri, dimana pun dan kapan saja, tidak lagi memihak kepada umat (akar rumput), tidak mengedepankan keadilan, kemaslahatan publik, mengabaikan akal sehat dan hati nurani, para pebisnis menghalalkan segala cara, para ulama dan umara sudah kehilangan obyektifitas, dan mempertontonkan subyektifitas untuk kepentingan pemodal dan yang memiliki akses khusus dengan kekuasaan, saat itu bencana akan mengintai manusia, baik pada pagi malam hari ketika istirahat, pada pagi hari ketika sedang bermain-main, pada siang hari ketika berusaha.
“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?
Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika
mereka sedang bermain?” (QS. Al Araf (7) : 97-98).
Bencana wabah kerapkali dipicu oleh berbagai penyimpangan, pelanggaran pola pikir dan perilaku manusia. Perilaku alam raya makrokosmos berbanding lurus dengan perilaku manusia mikrokosmos. Kehancuran bangsa-bangsa besar yang pernah jaya pada zaman dahulu disebabkan oleh pelanggaran yang mereka lakukan.
Ummat Nuh yang keras kepala ditimpa bencana banjir.
“Dan kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
paling zalim dan paling durhaka.” (QS. An Najm (53) : 52).
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur [*] telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.” (QS. Hud (11) : 40)
Yang dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan.
Bangsa Saba’ yang semula makmur, tetapi tidak pandai mensyukurinya, diganti oleh Allah SWT dengan banjir besar. Pohon yang menghasilkan buah yang ranum diganti dengan pohon cemara dan bidara.
“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri
yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".
Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar [meruntuhkan bendungan Ma’rib] dan Kami ganti kedua kebun mereka
dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr [Atsl sejenis pohon cemara, Sidr sejenis pohon bidara].”
(QS. Saba (34) : 15-16).
Umat Nabi Shalih yang hedonistik dan menerapkan pola hidup serba boleh, ditimpa virus yang ganas dan gempa bumi.
“Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini (di negeri kamu ini) dengan aman, Di dalam kebun-kebun serta mata air, Dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung
untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin.”
(QS.Asysyu’ara’ (26) : 146-149).
Ummat Luth yang hobi perilaku homoseksual ditimpa gempa yang dahsyat.
“Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji [homoseksual]. Luth berkata:
"Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih Suci bagimu, maka
bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku
terhadap tamuku ini.
Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?."
(QS. Hud (11) : 78).
Mereka menjawab: "Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa Kami tidak
mempunyai keinginan [syahwat terhadap wanita ] terhadap puteri-puterimu;
dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya Kami kehendaki."
(QS. Hud (11) : 79).
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah
yang terbakar dengan bertubi-tubi.”
(QS. Hud (11) : 82).
Demikian pula kaum ‘Ad, mereka terpuruk, ketika kejahatan yang mereka lakukan mencapai grafik yang tinggi, pemimpin mereka terdiri dari orang-orang yang zhalim dan berbuat kerusakan di negeri, tiada seorang pun yang merdeka melakukan kebaikan.
“Dan itulah kisah kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah,
Tuhan mereka, dan mereka mendurhakai para rasul-Nya dan mematuhi perintah para penguasa mereka yang berlaku sewenang-wenang lagi menentang kebenaran.”
(QS. Hud (11) : 59).
Bangsa Bani Israil yang suka membangkang, berbuat kriminal, memalsu kitab suci, ditimpa berbagai bencana, kehinaan di dunia ini dalam waktu yang lama. Ketika kesewenang-wenangan Fir’aun telah mencapai puncaknya, berlakulah kuasa Allah untuk menghancurkan kesulitan mereka dan mengangkat martabat bangsa ini (Israel) yang selama ini mereka hinakan. Kehendak Allah pun terwujudlah melalui kelahiran seorang anak laki-laki yang bernama Musa di kalangan Bani Israil. Dan kehendak dan pengaturan Allah pula manakala anak ini mesti dibesarkan oleh keluarga Fir’aun dan dididik di istananya.
Maka ketika ia diangkat menjadi Rasul, Allah menetapkan janji agar ia menyelamatkan kaumnya dari perbudakan yang dilakukan oleh bangsa Mesir itu. Musa pun lalu memberi advis kepada Fir’aun dengan lemah lembut, namun Fir’aun ternyata tidak sudi dinasehati. Selanjutnya datanglah peringatan Allah secara berulang-ulang kepada Fir’aun dan kaumnya yang diikuti dengan munculnya bahaya kelaparan, badai dan topan, banjir darah, merajalelanya belalang yang memangsa ladang-ladang mereka, serta munculnya wabah berupa kutu dan katak yang amat merepotkan mereka. Kendatipun demikian, semuanya itu ternyata tidak mengurangi pembangkangan dan kesombongan mereka sedikitpun.
“Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka
adalah kaum yang berdosa.”
(QS. Al Araf (7) : 133)
Ketika hujjah (argumentasi) yang disampaikan kepada mereka itu telah dianggap cukup, maka turunlah adzab Allah. Musa as berhasil keluar dari Mesir dengan izin Allah, sedangkan Fir’aun bersama kaumnya ditenggelamkan di lautan, dan sejak itu terbawa tenggelam pula keperkasaan bangsa Mesir yang telah berjalan berabad-abad itu tanpa mampu tegak kembali.
“Maka Kami hukumlah Fir`aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka
ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim.”
(QS. Al Qashash (28) : 40).
Sesudah itu datanglah masa-masa kejayaan bagi Bani Israil. Sesudah mereka memperoleh kemenangan atas bangsa Mesir ini, kekuasaan atas dunia inipun kini berada di tangan mereka – suatu kekuasaan yang mereka peroleh setelah sekian lamanya mereka dihina dan dilecehkan.
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya.
Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir`aun
dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.”
(QS. Al Araf (7) : 137).
Allah pun telah melebihkan mereka atas umat-umat yang lain. Dan Kami lebihkan kamu sekalian atas seluruh penghuni alam semesta ini, tetapi pewarisan dan kelebihan yang diberikan kepada mereka itu disertai dengan persyaratan agar mereka tetap berbuat baik. Allah Swt berfirman melalui ucapan Musa as: Kamu sekalian akan diberi pusaka di bumi ini, tetapi Allah akan mencermati apa yang akan kalian lakukan. Ini merupakan persyaratan yang tidak saja berlaku atas Bani Israil, melainkan berlaku pula atas semua bangsa yang dipusakai kejayaan di muka bumi.
“Kemudian Kami jadikan pengganti-pengganti mereka di muka bumi sesudah mereka, untuk Kami lihat apa yang akan kalian lakukan.”
(QS. Yunus (10) : 14).
Dan ketika mereka mengingkari perintah Tuhan mereka dengan melakukan manipulasi Kalam Allah, mengganti yang haq dengan kebatilan, mengikuti perilaku para pendusta, berkhianat, memakan barang haram, merusak janji, mendewasakan emas dan perak, rakus dan tamak, pengecut, senang berfoya-foya membunuh Nabi-nabi mereka tanpa hak, menentang orang-orang yang menyerukan kebenaran, dan lebih mentaati orang-orang yang mengajak kejahatan daripada para pemimpin yang menyeru kebajikan, Allah pun mencabut pertolongan-Nya kepada mereka dan mengambil kembali pusaka itu, sehingga mereka pun menjadi sasaran anak panah penguasa-penguasa Iraq, Yunani dan Romawi, serta terusir dari negeri mereka, untuk kemudian selamanya terlantar di belahan bumi yang manapun: putus asa dan menderita, dan bahkan tidak akan lagi bisa menetap dengan aman di bagian bumi yang manapun untuk selamanya. Satu di antara laknat Allah yang ditimpakan kepada mereka semenjak seribu tahun ini mereka belum pernah sekalipun menemukan tempat yang baik untuk mereka diami. Sehingga, sekarang ini mereka berusaha merampok bumi Palestina.
Alam Menjadi Ganas
Hujan yang tadinya sebagai sumber air bersih dan pembawa rahmat, tiba-tiba menyebabkan banjir yang melululantahkan areal kehidupan manusia. Rahmat, yang mendatangkan kebaikan berbalik menjadi laknat, menjauhkan dari maslahat.
Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman (QS. Al Anam (6) : 99).
“Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. sebab itu Kami timpakan atas orang-orang
yang zalim itu dari langit, karena mereka berbuat fasik.”
(QS. Al Baqarah (2) : 59).
Angin yang semula berperan dalam proses penyerbukan dalam dunia tumbuh-tumbuhan dan mendistribusi awan, tiba-tiba tampil ganas membabat segala sesuatu yang dilewatinya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu
dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)
bagi kaum yang memikirkan.”
(QS. Al Baqarah (2) : 164).
“Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. dan Sesungguhnya siksa akhirat lebih menghinakan
sedang mereka tidak diberi pertolongan.”
(QS. Fushshilat (41): 16).
Laut yang tadinya jinak (harmonis) melayani dan tunduk terhadap mobilitas manusia, tiba-tiba mengamuk dan menggulung apa saja yang dilewatinya.
“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
(QS. Al Hajj (22) : 65).
Dan apabila lautan dijadikan meluap
(QS. At Takwir (81) : 6).
Disparitas flora dan fauna yang tadinya tumbuh berkembang mengikuti hukum-hukum ekosistem, tiba-tiba berkembang menyalahi pertumbuhan deret ukur kebutuhan manusia, sehingga kesulitan memenuhi koposisi kebutuhan karbohidrat dan proteinnya secara seimbang. Ini semua menjadi isyarat bahwa taskhir tidak sepatutnya membuat manusia congkak dan arogan. Taskhir hanyalah titipan dari Allah SWT.
“Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada Kami untuk menyihir Kami dengan keterangan itu, maka Kami sekali-kali
tidak akan beriman kepadamu."
(QS. Al Araf (7): 132).
Ahli hikmah mengatakan : Apabila kamu menggotong mayat ke kuburan, ingatlah suatu saat kamu akan digotong. Dan apabila kamu diserahi urusan kamu, ingatlah suatu saat engkau akan dimakzulkan (dilengserkan). Dari perkataan bijak tersebut mengajarkan, ternyata kehidupan di dunia ini, jabatan yang melekat, termasuk jiwa manusia, hanya hak guna (tidak permanen), ada masa akhir.
Oleh: Shalih Hasyim
Artikel Islami Lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar