Mengatasi Penolakan Penugasan

Punya anak buah, tidak selalu membuat segala sesuatunya menjadi lebih mudah. Kadang-kadang, justru menyulitkan dan menjadi hambatan bagi atasan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
 
Tengok misalnya ketika Anda menugaskan sesuatu kepada anak buah. Apakah mereka meresponnya secara positif dan bisa segera mengerjakannya? Atau masih harus Anda tongkrongin supaya mereka mau melakukannya?
 
Ketika anak buah tidak bekerja sesuai dengan harapan, maka atasan mendapat beban tambahan, yaitu; 'mengurusi' bawahan. Padahal, urusan pekerjaan pun sudah menyita waktu dan bertumpuk-tumpuknya minta ampun. Maka bagi sebagian atasan, mengerjakan sendiri segalanya sering lebih mudah daripada mengharapkan kerjasama dan dukungan dari anak buahnya.
Itulah sebabnya mengapa banyak atasan yang sibuk sendiri; sementara waktu, tenaga dan kemampuan anak buahnya tidak terdayagunakan. Makin tinggi jabatannya, makin banyak yang harus dikerjakannya; sendirian. Meskipun semua tugas pada akhirnya terselesaikan, namun hal itu bukanlah pertanda baiknya dia punya kualitas kepemimpinan.
 
Atasan yang baik, justru ditandai oleh semakin tingginya tingkat partisipasi anak buah dalam penyelesaian tugas-tugas unit kerja yang dipimpinnya. Bukan karena dipaksa, tentunya. Karena anak buah yang bekerja karena paksaan, hanya akan patuh ketika atasan mengawasi mereka. Padahal, kita tidak selalu bisa memelototi mereka kan?
 
Jadi, apa dong yang akan mendorong anak buahnya bekerja dengan baik jika bukan pengawasan atasan? Kesadaran. Maka penting bagi atasan untuk membangun kesadaran anak buah bahwa penugasan itu baik dan dampaknya akan kembali kepada mereka juga, sehingga keterlibatan mereka didalamnya menentukan nasib mereka. Kesadaran itu akan membuat mereka paham atas konsekuensi positif dan negatif dari pilihan sikap maupun perilaku kerja mereka.
 
Hal semacam itu, tidak selalu dipahami oleh anak buah. Pada umumnya, mereka ingin kerja segampang mungkin dan dibayar setinggi mungkin. Karena mereka sering merasa sekedar dijadikan sebagai 'alat' untuk kepentingan  atasannya saja. Tentu, itu adalah pandangan keliru. Namun, karena banyak atasan yang memang begitu, maka pandangan keliru itu bukan semata-mata kesalahan mereka. Anda dan saya, tentu tidak termasuk atasan yang seperti itu. Maka tugas kita untuk meluruskannya.
 
Teorinya sih gampang. Prakteknya, nggak semudah itu!
Iya, kalau sebagai atasan kita tidak paham bagaimana melakukannya. Bagi yang sudah biasa, itu bukanlah sebuah kemustahilan. Hubungan antara atasan dan bawahan, merupakan salah satu kunci pentingnya. Atasan yang terbiasa berdialog dengan anak buah, misalnya. Biasanya bisa lebih paham apa yang menjadi hambatan sekaligus aspirasi mereka.
 
Hambatan untuk diatasi, sedangkan aspirasi untuk diarahkan supaya sejalan dengan misi yang diemban. Mengapa kedua hal itu penting? Karena dalam melaksanakan tugasnya, anak buah kita tidak selalu dihadapkan pada urusan yang mudah-mudah saja. Nggak selalu mulus perjalanan tugas mereka. Kadang, ada hambatan besar yang menghalangi mereka. Apakah hambatan internal, maupun eksternal. Kadang-kadang, mereka bisa mengatasinya sendiri. Namun untuk hambatan yang berada diluar kewenangan atau melampaui batas kemampuan mereka, butuh sentuhan atasan untuk menyelesaikannya. Hingga hambatan itu terselesaikan, dan mereka bisa melanjutkan pekerjaan.
 
Bagaimana dengan aspirasi? Selama anak buah Anda berpikir, pasti mereka punya pandangan, pendapat atau buah pikiran sendiri. Kita justru mesti mendorong mereka untuk berpikir, karena jika hanya kita sendiri yang mikirin segalanya; belum tentu kepikiran. Jika kita berhasil mengarahkan pemikiran mereka hingga selaras dengan misi organisasi, maka mereka melihat ‘ada dirinya’ didalam penugasan yang kita berikan. Itulah yang disebut sebagai ‘sense of belonging’. Penugasan ini bukan hanya turun dari atasan yang tukang memerintah. Melainkan dari gagasan yang mereka sendiri lontarkan yang kemudian mendapat sambutan positif dari atasan. 
 
Perhatikan situasinya sekarang. Hambatan sudah diatasi. Aspirasi mereka sudah dipedulikan oleh atasan. Kira-kira, masih adakah alasan bagi mereka untuk menolak penugasan itu? Mungkin masih ada saja sih. Namun, situasinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Sehingga peluang keterlibatan mereka dalam penyelenggaraan peran dan tanggungjawab organisasi yang kita pimpin akan semakin besar. Bukankah nikmat rasanya memimpin anak buah yang seperti itu? Oh, itu tidak nikmat. Tapi lezzzzaaaaat…..
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
 
Catatan kaki:
Salah satu penyebab mengapa anak buah tidak menyukai penugasan yang diberikan adalah karena antara atasan dan bawahan tidak terbentuk hubungan yang baik. Sehingga atasan hanya menganggap anak buahnya sebagai alat kerja, sedangkan anak buah hanya menganggap atasannya sebagai tukang perintah semata.
 
Artikel yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar