Meningkatkan Nilai Diri Sendiri

Di kantor, Anda dihargai tinggi atau tidak? Bagaimana ya cara mengetahuinya? Gampang ya. Tinggal dilihat saja angka yang tertulis dalam slip gaji kita. Makin tinggi angkanya, makin dihargai kita disana. Kalau sebaliknya, ya tinggal disimpulkan sendiri saja. Betul begitu kan ya? Kayaknya sih betul. Tapi sebenarnya tidak. Gaji, sama sekali tidak mencerminkan nilai diri kita. Ada orang yang nilainya tinggi, tapi digaji rendah. Dan ada pula yang nilainya rendah tapi digaji tinggi. Emangnya salah kalau nilai diri kita diukur dengan uang? Tidak sih. Tapi, mungkin itu bukan alat ukur yang akurat.
3 atau 4 tahun lalu, kalau mengambil uang di ATM kita masih bisa mendapatkan lembar 20 ribuan. Sekarang, nggak ada lagi. Bahkan, mesin 50 ribuan pun sudah jarang. Kebanyakan menggunakan lembar 100 ribuan. Fakta ini mengindikasikan bahwa nilai uang kita terus jatuh menuju ke titik yang semakin rendah. Kalau nilai diri kita ini tinggi, masa diukur dengan alat ukur yang rendah kan? Mengukur nilai diri kita dengan uang, juga secara tidak langsung mengidentifikasi diri sendiri dengan sesuatu yang tidak bisa menjaga nilainya sendiri.
Jadi, apa dong alat ukur yang bisa kita gunakan? Rasulullah SAW bersabda; ‘Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain…’. Nasihat ini mengisyaratkan bahwa, nilai kita sangat ditentukan oleh kontribusi yang bisa kita berikan kepada orang lain. Orang yang paling banyak kontribusinya, adalah yang paling tinggi nilai dirinya. Orang yang tidak berkontribusi, tidak bernilai apa-apa. Lingkungan pun tidak merasa rugi kalau kehilangan dia kan. Kenapa? Karena, manusia yang tidak bisa memberi manfaat; nilai dirinya nyaris nihil. Mungkin nol.
Ini tidak hanya berlaku dalam konteks sosial, melainkan juga dalam tataran professional. Anda bekerja dalam satu team, misalnya. Jika ada anggota team yang tidak berkontribusi secara optimal sehingga kinerja team menjadi terganggu, maka Anda sebal juga sama orang itu kan? Staff biasa yang kerjanya bagus jauh lebih berharga daripada seseorang yang mempunyai jabatan namun sering ngilang saat dibutuhkan kan?
Tapi, kenapa imbalan yang kita terima kok sering kebalik-balik? Karena, kita belum pandai melakukan penilaian. Kita sering keduluan silau terhadap jabatan. Makanya, orang yang jabatannya makin tinggi biasanya mendapatkan reward lebih banyak. Padahal, belum tentu kontribusinya lebih banyak. Jabatannya membuat kita menjadi lebih permisif sehingga memaklumi keburukan-keburukannya. Bahkan tak jarang kita mengkultuskan seseorang karena jabatannya kan?  
Bagaimana kalau kita yang menjadi pejabatnya? Bagus, kalau sadar benar bahwa jabatan itu adalah amanah yang mesti digunakan untuk memberi manfaat sebanyak-banyaknya. Bukan malah sebaliknya. Jika tidak sanggup begitu, lebih baik menjadi bukan pejabat. Supaya terbebas dari pertanggungjawaban berat. Menjadi orang biasa juga memungkinkan kita untuk bersih dari ngarepin publisitas. Sehingga lebih mudah untuk ikhlas. Bila tidak ikhlas, kita bakal menggerutu kalau nggak dikasih imbalan. Kalau tidak ikhlas, kita bisa membual dan menyombongkan semua kontribusi yang kita berikan.
Bila ada orang yang berbuat baik pada Anda, lalu dia membualkan semua kebaikannya itu; Anda sebal kan? Iya. Kita seneng dengan bantuannya, tapi sebel sama sikap pamrihnya. Makanya, Nabi SAW memperingatkan kepada orang-orang yang suka berbuat baik agar tidak mengungkit-ungkit kebaikannya. Supaya nilai dari kebaikan itu sempurna.
Jadi, bagaimana caranya untuk meningkatkan nilai diri Anda? Tingkatkan lagi saja kontribusi atau manfaat yang Anda berikan kepada orang lain, kolega, pelanggan, atau siapa saja yang berada di kantor atau sekitar Anda. Maka walaupun jabatan Anda nggak tinggi, keberadaan Anda dihargai. Meskipun gaji Anda nggak selangit, kehadiran Anda dinantikan. Jika manfaat yang kita berikan itu disertai dengan keikhlasan, maka nilai diri kita bukan hanya tinggi dimata sesama manusia. Melainkan juga dihadapan Tuhan. Dan Dia, tahu persis imbalan yang paling pantas untuk diberikan.
Mari Berbagi Semangat!
Catatan kaki:
Jangan membiasakan diri mengukur nilai diri sendiri dengan uang. Karena nilai uang semakin lama semakin berkurang. Ukurlah dengan banyaknya kebaikan yang kita kontribusikan kepada lingkungan. Karena setiap kebaikan yang kita tebarkan, nilainya selalu tinggi. Makanya, orang-orang baik selalu dihargai.


Baca artikel-artikel terbaik yang tidak boleh dilewatkan di bawah ini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar