Meminta Tanpa Pernah Kecewa

Pic. Source: sholatyuk.wordpress.com 
Kata orang, jika ingin sesuatu maka mintalah. Jika tidak meminta, maka kita tidak akan mendapatkannya. Saya sependapat sekali soal itu. Khususnya, jika diletakkan dalam konteks usaha. Artinya, kita meminta dan berusaha untuk meraihnya. Masalahnya, kita sudah meminta dan berusaha sedemikian gigihnya. Tetapi lah kok belum juga terwujud permintaan kita. Anda tidak perlu punya data statistik rumit untuk mengakui bahwa hanya sebagian kecil dari permintaan kita yang bisa terwujud kan?  Makanya, banyak orang yang kecewa karena meminta dan tidak ada hasilnya. Saya penasaran; apakah kita bisa meminta tanpa pernah kecewa? Jika bisa, saya ingin sekali mengetahui caranya. Anda sudah tahu?

Pagi ini, anak lelaki mungil saya heboh bercerita tentang uang 10 ribu rupiah yang didapatinya dibawah bantal. “Ini dari peri gigi, Ayah!” serunya. Memang, tadi malam gigi mungilnya tanggal. Lantas dibungkusnya dengan kertas tissue, lalu diletakkannya dibawah bantal. Kami tahu ceritanya karena ketika gigi itu tanggal dia langsung memberi tahu kami tentang rencanya untuk melapor ke peri gigi. Sebelum tidur, dia pun menyelipkan doa tambahan. “Wahai peri gigi, tolong ya biar gigiku yang sudah tanggal berubah menjadi uang….”  Dia bangun lebih pagi hari ini. Langsung membalikkan bantal. Dan terereng…. Ajaib sekali. Giginya sudah berubah menjadi uang!

Hahaha, tipuan kuno. Kita yang sudah pada dewasa ini tahu persis bahwa rahasia terkabulkannya permintaan anak-anak kita kepada peri gigi itu adalah; anak-anak kita itu memberi tahu kita tentang permintaannya kepada peri gigi. Coba seandainya anak Anda merahasiakan tanggalnya gigi itu. Lalu diam-diam dia memanjatkan doa itu. Apakah gigi yang disembunyikannya dibawah bantal itu bisa berubah menjadi uang? Dijamin tidak. Anda harus tahu soal permintaan itu. Barulah Anda memberinya bukan. Jika Anda tidak tahu anak Anda meminta itu, maka Anda tidak akan ‘menyamar’ menjadi peri gigi yang dinanti-nantikan si buah hati.

Memikirkan hal ini tadi pagi, membuat saya merenungkan kembali tentang permintaan-permintaan yang belum juga terkabulkan. Lalu saya perhatikan lagi anak saya. Dia meminta kepada peri gigi. Tapi, yang menggantikannya dengan uang itu adalah istri saya. Saya terus memikirkannya sampai siang. Dan…. Twing!. Tiba-tiba saja ada lompatan listrik dibenak saya. Kita sering salah alamat meminta sesuatu. Meminta bukan kepada orang atau pihak yang tepat. Misalnya, kita meminta kepada atasan padahal kebijakan tentang apa yang kita minta tidak terletak ditangannya. Atau, meminta kepada pejabat publik padahal fokus pikirannya bukanlah untuk menyejahterakan rakyatnya. Kita juga meminta kepada pelanggan yang tidak bisa mengambil keputusan soal pembelian.

Masalahnya, kita kan tidak benar-benar tahu; siapa sesungguhkan orang atau pihak yang tepat untuk dimintai itu? Sungguh mustahil untuk mengetahui secara pasti. Tapi, peristiwa tadi pagi membuat jiwa saya semakin yakin. Bahwa permintaan-permintaan saya akan semakin banyak yang terkabulkan. Tahukah Anda mengapa? Karena lelaki mungil saya itu sudah menunjukkan bahwa meskipun kita salah alamat dalam meminta, namun akan ada tangan-tangan tertentu yang membuatnya terwujud. Jika anak kecil meminta kepada peri gigi, maka ‘tangan-tangan tertentu’ itu adalah ayah ibunya. Tetapi jika yang meminta itu orang dewasa seperti kita, siapa yang menjadi tangan-tangan tertentu itu?

Saya tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan logika pribadi. Takut ngawur jawaban saya. Mendingan saya ajak Anda untuk menyimak apa yang tertera dalam surah 3 (Ali Imran) ayat 73. Dalam ayat itu Allah berfirman;”….Sesungguhnya karunia itu ditangan Allah. Dia memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya……” Sekarang saya mulai mengerti siapa yang menjadi ‘tangan tertentu’ untuk saya itu. Jika Allah yang memainkan peran itu, apa yang mesti saya khawatirkan? Saya paham sekarang, bahwa kita boleh saja meminta sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang. Atau kepada lembaga tertentu. Tetapi, bukan orang-orang itu yang bisa memutuskan untuk memberi anugerah kepada kita. Saya tidak usah kecewa lagi jika mereka tidak memberi yang kita minta. Karena, ditangan Allah adanya anugerah itu. Bukan ditangan mereka.

Jadi ketika kita meminta sesuatu kepada seseorang, maka kita mesti meneruskan permintaan itu kepada Tuhan. Karena, Dialah yang akan bertindak sebagai ‘tangan tertentu’ yang akan merealisasikan permintaan kita itu. Seperti halnya Ayah dan Ibu yang merealisasikan permintaan anak-anak kepada peri gigi. Dan Masya Allah sahabatku, rasanya tenteraaam sekali hati ketika meneruskan setiap permintaan kepada Ilahi. Karena sekarang, apa yang kita minta itu sudah ada ditangan Sang Maha Memberi.

Tantangannya adalah; Bagaimana caranya memastikan bahwa Tuhan mau memberikan apa yang kita minta itu? Sederhana saja sih jawabannya. Ayah dan Ibu bersedia memberi apa yang kita minta dengan dua syarat. Satu, permintaan kita masih dalam jangkauan kemampuan mereka. Dan dua, kita bisa menunjukkan perilaku yang menyenangkan mereka. Tuhan tidak punya masalah dengan syarat pertama. Karena segala sesuatu kecil dihadapanNya. Sedangkan syarat kedua itu, terserah kita. Jika kita mau berusaha untuk menunjukkan akhlak dan perilaku yang baik dihadapan Tuhan, maka pasti. Pasti. Sekali lagi; pasti. Dia akan berikan apa yang kita mintakan. Alhamdulillah. Pagi ini, saya mendapatkan pelajaran berharga. Untuk bisa meminta, tanpa pernah kecewa. Melalui anak lelaki mungil kami. Apakah Anda mendapatkan pelajaran yang sama?
  
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Ketika meminta kepada sesama manusia, mungkin kita bisa mendapatkan apa yang diminta. Tapi, jika permintaan itu diteruskan kepada Tuhan; mungkin kita diberi yang lebih banyak dari itu. Atau lebih baik. Atau, lebih berkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar