Office, I Am Back!

Pic. Source: www.ciiwa.com
“Jalanan mulai macet lagi, Bro!” begitulah pemandangan yang bisa kita lihat setelah libur lebaran kemarin. Wajarlah. Soalnya, orang kantoran yang cuti sudah pada kembali bekerja lagi kan. Emmh… maksud saya, sudah kembali lagi ke kantor. Emangnya, ‘kembali bekerja’ dengan ‘kembali ke kantor’ itu beda ya? Beda banget. Soalnya, berada di kantor tidak selalu berarti bekerja kan? Secara fisik sih emang kita sudah berada di kantor lagi. Tapi, mungkin saja mental kita masih tertinggal di tempat liburan. Kalau baru masuk ke kantor lagi setelah berhari-hari liburan, apakah Anda bisa langsung ‘on’ untuk bekerja? Dijamin tidak akan begitu, jika tidak memiliki rasa rindu kepada pekerjaan.

Dimasa liburan lebaran ini, saya ikut larut bersama para professional lainnya yang mengambil jatah cuti tambahan. Total, saya menghabiskan 8 hari penuh. Sama sekali tidak menyentuh komputer. Padahal, itulah alat kerja utama saya. Memang sengaja, dan sudah diniatkan untuk begitu. Selama rentang waktu itu, kegiatan apa saja boleh dilakukan. Makan, tidur, nonton, jalan-jalan, pelesiran, berperahu; apa saja deh kecuali hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Namanya masa liburan, ya liburan saja. Dan pastinya, semua kegiatan itu mengandung konsekuensi yang tidak bisa dihindari, yaitu; melambungnya pengeluaran.

Nggak apa-apa lah. Kan cuman sekali dalam setahun. Soal tabungan yang terkuras, bisa diisi lagi. Lagian juga kan nggak sepenuhnya kita mengandalkan tabungan itu toh? Kita lebih banyak mengandalkan THR dari kantor. Nah, itu dia. Ketemu deh kata kuncinya; ‘THR dari kantor’. Selain karena sayang banget kalau menguras isi tabungan, kita juga kan jarang bisa menabung. Penghasilan bulanan cuman sebatas ‘terima-kasih’ gitu loh. ‘Terima’ pagi, eh siangnya sudah harus kita ‘kasih’ kesana sini.

Kebayang nggak, jika untuk menjalani liburan hari raya macam ini Anda tidak mendapatkan THR? Yaa minimal, liburan Anda kan tidak bisa dilakukan seperti sekarang ini. Makanya, Alhamdulillah banget kita bisa dapat THR. Nggak cuman kepada Allah sih sebenarnya rasa terimakasih itu. Melainkan juga kepada kantor. Benar, rezeki itu Tuhan yang mengatur. Tetapi kantor kita itu, menjadi jalan mengalirnya. Kalau kantor kita tidak memberikan THR, Tuhan tetap akan memberi kita rezeki. Tetapi, jumlahnya mungkin tidak sama dengan bayaran satu kali gajian kan?

Pertanyaannya adalah; kenapa kantor kita bisa memberikan THR? Intinya kira-kira begini; karena kantor memiliki kemampuan finansial yang memadai. Lantas, darimana datangnya kemampuan kantor itu? Dari kinerja dan pencapaian yang bisa diraih oleh perusahaan? Lalu, bagaimana perusahaan bisa meraih pencapaian itu? Dari hasil kerja para karyawannya. Sekarang, coba bayangkan seandainya karyawan di perusahaan itu tidak bisa membantu perusahaan untuk untung. Bisa perusahaan memberi kita THR lagi tahun depan? Nggak bakalan.

Inilah pertanyaan yang membuat saya bisa menikmati setiap rupiah yang digunakan untuk menikmati liburan lebaran. Rupiah, yang disediakan oleh kantor untuk kita nikmati. Lezaaat rasanya. Dan inilah juga pertanyaan kontemplatif yang membuat kita selalu rindu kepada pekerjaan kita. Sehingga setelah menjalani masa liburan itu kita bisa langsung bekerja lagi dengan lebih baik. Karena kita sadar, bahwa melalui pekerjaan itulah rezeki yang Tuhan berikan kepada kita itu mengalir. Memang Tuhanlah pada hekekatnya yang memberi rezeki itu. Tetapi, pekerjaan kita itulah yang menjadi jalannya.

Kita baru bicara soal THR untuk menjalani ‘gaya hidup ekstra’ dihari-hari khusus seperti itu. Kita belum bicara soal menjalani gaya hidup sehari-hari diluar hari raya. Hari raya mah, cuman sekali dalam setahun kan. Sedangkan kehidupan kita berjalan terus hari demi hari lainnya. Ini yang jarang kita pahami selama ini. Sudah terlampau biasa, sehingga kita tidak selalu sadar jika semuanya itu merupakan anugerah. Padahal, kehidupan kita sehari-hari itu mungkin jauh lebih kritikal dibandingkan dengan sekedar perayaan hari-hari khusus itu. Kita lebih butuh untuk bisa menjalani hari-hari lainnya dengan sejahtera, kan? Lantas, bagaimana menutupi biaya hari-hari biasa kita itu? Dengan gaji yang kita dapatkan setiap bulanlah. Dari kantor kita juga kan?

Maka pertanyaan tadi itu berubah redaksi menjadi begini; kenapa kantor kita memberikan gaji bulanan? Intinya kira-kira begini; karena kita bekerja untuk kantor. Lantas, apa dampaknya pekerjaan kita buat perusahaan? Dengan pekerjaan itu, kita berkontribusi kepada pendapatan perusahaan. Lalu, bagaimana seandainya pekerjaan kita dilakukan asal-asalan saja? Kontribusi kita tidak akan optimal. Kalau kotribusi kita tidak optimal, apakah kantor boleh membayar gaji kita tidak penuh setiap bulan? Hmmmh…. ya… bayaran sih nggak boleh dikurangin dong. Pertanyaan terakhir; Jika demikian, bukankah sepatutnya kita berkontribusi secara optimal kepada perusahaan?

Pertanyaan-pertanyaan itu terlalu ribet untuk direnungkan. Khususnya oleh orang-orang fragmatis seperti kita ini. Yang gampang buat kita adalah begini saja: “Hubungan kita dengan kantor itu adalah simbiosis mutualistik. Artinya, hubungan yang dibangun atas dasar saling membutuhkan. Kita butuh pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan bulanan. Dan kantor, membutuhkan karyawan untuk menghasilkan pendapatan perusahaan”. Seperti halnya kita yang ingin dibayar penuh oleh kantor, maka kantor kita pun ingin agar kita berkontribusi penuh kepadanya. Kita tidak ingin perusahaan mengurangi bayaran kita. Dan perusahaan pun, tidak ingin kita mengurangi kontribusi kita.

Perhatikanlah sahabatku, betapa perusahaan tempat kita bekerja itu merupakan ladang nafkah dalam pemenuhan kebutuhan hidup keluarga kita. Pantasnya kan kita menjaganya agar bisa terus bertumbuh dan berkembang. Bisa terus maju. Bisa lebih kompetitif. Bisa semakin sehat. Dan bisa semakin besar. Supaya kita, bisa mendapatkan lebih banyak nafkah lagi dari ladang itu. Memangnya siapa lagi yang bisa membuat perusahaan ini semakin bagus jika bukan kita-kita juga? Jika kita bisa menjaga perusahaan ini dengan sebaik-baiknya, maka minimal kita mempunyai ladang nafkah yang lestari. Lestari karena perusahaan ini bisa berumur panjang. Dan lestari karena sikap dan perilaku kita elok.

Mumpung momentnya lagi tepat nih. Kita baru menjalani liburan, dan untuk liburan itu kita mendapatkan tunjangan dari perusahaan. Ayo perbaharui lagi komitmen kita kepada pekerjaan, dan perkokoh lagi sifat amanah kita terhadap tugas dan tanggungjawab yang kita emban. Supaya, kita bisa bertumbuh dan berkembang bersama lahan nafkah ini. Harapannya, jika lahan nafkah kita ini semakin maju; kesempatan buat kita juga semakin banyak. Sehingga penghasilan kita dimasa mendatang juga makin besar. Dan tarap hidup keluarga kita, semakin membaik.

Namun sahabatku, lahan nafkah ini hanya akan bisa semakin membaik jika kita bersedia untuk bekerja dengan cara, dengan semangat, dan perilaku, serta dedikasi yang lebih baik. Maka kalau hari ini Anda sudah kembali ke kantor, semoga bukan hanya fisiknya saja. Melainkan mentalnya juga. Sehingga kita siap untuk kembali bekerja dengan lebih baik dari sebelumnya. Dan kita, boleh mengatakan; Office, I am back!


Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman

Catatan Kaki:
Jika sadar bahwa pekerjaan ini merupakan jalan buat mengalirnya rezeki dari Tuhan, maka kita tidak akan tega membiarkannya merana. Kita, akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Karena jalan nafkah yang baik, bisa mengalirkan rezeki yang lebih baik dan lebih banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar