Memanusiakan Bawahan

Anak buah Anda tidak bergairah? Beruntung jika tidak punya anak buah seperti itu. Sebab, banyak atasan yang pusing tujuh keliling karena mandapati anak buahnya seperti itu. Padahal dulu ketika memulai pekerjaan itu, mereka adalah orang-orang yang sangat antusias. Namun, sekarang mereka kehilangan gairah itu. Asal datang ke kantor saja sih. Tapi hanya fisiknya saja yang datang. Jiwanya, mereka tinggalkan disuatu tempat lain entah dimana. Makanya, pekerjaan mereka juga asal jadi saja. Mau bekerja kalau disuruh. Itu pun tidak pada tingkatan kinerja tertingginya. Yakin anak buah Anda tidak ada yang seperti itu?

Setelah sembahyang Ashar, bapak-bapak bergerombol di halaman masjid. Rupanya, mereka sedang membicarakan pohon yang buahnya lebat sekali dihalaman itu. Topik pembicaraan terus berkembang hingga ada salah seorang yang bekata begini; “Saya punya pohon belimbing di rumah. Awalnya sih berbuah lebat sekali dan besar-besar banget. Tapi cuman sekali-kalinya itu. Sampai sekarang sudah bertahun-tahun nggak mau berbuah lagi. Padahal saya beli bibitnya yang paling bagus lho. Kenapa ya?”

Ditelinga saya pertanyaan itu berubah redaksi menjadi seperti ini; “Saya punya anak buah. Awalnya sih dia rajin sekali dan kinerjanya bagus banget. Tapi belakangan ini dia jadi memble. Sekarang kinerjanya ya begitu-begitu saja. Padahal kami merekrut talenta yang paling bagus lho. Kenapa ya?”

Diantara kami, ada pensiunan perusahaan perkebunan. Pendapat beliau soal tanaman, tentu tidaklah asal-asalan. Beliau bicara begini; “Ooooh, memang begitu Pak Haji. Tanaman itu, kalau sedang berbuah banyak harus dipupuk yang banyak. Tanahnya dibikin gembur. Mesti dirawat baik-baik.” Katanya. “Kalau tidak,” lanjutnya lagi. “Dia akan kapok berbuah, atau mati…..”

Penjelasan beliau terdengar logis ya? Anda tidak harus menjadi insinyur pertanian untuk bisa memahaminya.  Pohon belimbing dan manusia mempunyai banyak kesamaan. Sama-sama mahluk hidup. Sama-sama punya perasaan. Dan sama-sama mempunyai kekuatan untuk menentukan pilihan hidupnya. Mau tumbuh bagus atau jelek. Mau berbuah lebat atau berdaun saja. Terserah pohon belimbing itu. Seperti anak buah kita. Mau bekerja dengan baik atau asal-asalan saja. Mau berprestasi tinggi atau rendah-rendah saja. Keputusannya ada pada diri mereka sendiri.

Sekalipun begitu, keputusan mereka dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika pohon belimbing itu diberi pupuk yang cukup. Disiram air yang segar. Dirawat dan dijaga pertumbuhannya, maka dijamin dia akan berbuah dengan sangat baik. Sama seperti anak buah Anda yang diberi gaji dan imbalan selayaknya. Dimotivasi terus agar tetap bersemangat. Diperhatikan, dimanusiakan dan dimengerti kegelisahan hatinya. Maka dijamin, mereka akan bekerja dengan sebaik-baiknya. Anak buah kita – kalau diperlakukan dengan baik – maka mereka akan menghasilkan kinerja yang baik.

Masalahnya, banyak orang yang sudah membeli bibit belimbing dengan kualitas yang paling bagus. Mereka membeli bibit terbaik sekitar 600,000an, dibandingkan dengan bibit biasa yang harganya hanya sekitar 30,000an. Namun, bibit terbaik itu hanya ditanam begitu saja, lalu ditinggalkan tanpa perawatan. Perusahaan dan atasan juga begitu. Betapa banyak talenta-talenta muda yang direkrut dari kampus-kampus papan atas. Namun setelah masuk ke perusahaan, mereka tidak lagi dididik dan dikembangkan. Paling-paling ada training sekali saja sewaktu awal bekerja. Setelah itu, ya dibiarkan saja dengan pekerjaan rutinnya. Malahan, ada juga loh orang yang direkrut langsung disuruh bekerja dan sepanjang karirnya tidak mendapatkan sentuhan apapun selain perintah untuk mengerjakan ini dan itu.

Banyak perusahaan yang tidak mengalokasi budget untuk pengembangan dan pendidikan karyawannya. Banyak pula atasan yang tidak mau mendidik dan mengembangkan anak buahnya. Semuanya hanyalah soal kerja, kerja, dan kerja saja. Rekrut, lalu tempatkan. “Kamu sudah menjadi karyawan di perusahaan. Ini meja kerja kamu. Ini komputer kamu. Dan ini job desc kamu. Bekerjalah sebaik-baiknya oke….” Lantas setiap hari kita tidak melakukan apapun selain menyuruhnya bekerja dan menanyakan hasilnya.

“Lho, kan sudah dapat gaji Mas Bro!” begitu sebagian boss berpikir.
Iyya. Gaji itu seperti lobang ditanah yang digunakan untuk menanam bibit belimbing tadi. Tapi apakah sekedar ditanam ditanah itu cukup untuk menjadikannya tumbuh subur? Tidak. Sekedar mendapatkan gaji itu tidak akan cukup juga untuk menjadikan anak buah kita karyawan yang benar-benar unggul. Mereka, mesti mendapatkan lebih dari sekedar gaji atau bonus jika Anda inginkan mereka bertumbuh dan berkembang terus.

“Harus dinaikin lagi gajinya begitu?” Tidak juga. “Harus ditambah bonusnyakah?” Juga tidak.  Perhatikanlah betapa banyak atasan yang terlampau mengandalkan imbalan materi untuk mendorong anak buahnya berprestasi. Mereka mengira bahwa uang adalah sarana utama dalam memotivasi anak buahnya. Bukti bahwa pandangan itu keliru adalah; banyak orang yang sudah digaji tinggi tetapi tidak berprestasi.  

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa uang bukanlah faktor utama yang membuat seseorang betah dan berprestasi ditempat kerjanya. Apa dong jika demikian? Perlakuan atasannya, Mas Bro. Itu yang menjadi alasan utama. Karyawan justru merasa gerah dipimpin oleh seseorang yang tidak menghargai dirinya sebagai ‘manusia’ meskipun digaji cukup. Sebaliknya, orang yang digaji standar-standar saja bisa sedemikian bahagianya dalam bekerja. Dan antusias mereka, karena merasa diperlakukan dengan sangat baik oleh atasannya.

Saya jadi teringat bagaimana para petani belimbing sungguhan merawat tanamannya. Ketika pohon belimbing itu mulai berbuah; maka buah mungilnya dibungkus dengan kertas gelap. Terbukti hal itu membuat buahnya tumbuh lebih besar, dan terbebas dari hama. Bahkan – yang ini Anda boleh percaya atau tidak – beberapa petani ‘bercakap-cakap’ dengan tanamannya lho. Mereka memperlakukan tanamannya seperti layaknya mereka memperlakukan mahluk yang istimewa. Dan tanaman yang diperlakukan dengan baik itu berbuah lebih baik dari tanaman lainnya diabaikan. Itu tanaman loh.

Bagaimana dengan anak buah kita? Ada begitu banyak bukti yang menunjukkan bahwa anak buah yang ‘dimanusiakan’ oleh atasannya justru lebih loyal, lebih respek, dan lebih berprestasi, dibandingkan dengan anak buah yang disepelekan oleh atasannya. Maka jika Anda mempunyai anak buah yang tidak mau bekerja dengan baik. Hal pertama yang perlu Anda lakukan adalah bertanya pada diri sendiri; Apakah Anda sudah memperlakukan mereka secara ‘manusiawi’? Ataukah selama ini Anda hanya menuntut mereka untuk memenuhi target-target belaka?

Pertanyaan itu memang sederhana. Namun konsekuensinya besar sekali. Karena jawaban terbaiknya hanya akan bisa Anda dapatkan dari hati yang tulus ikhlas. Jika hati kita dipenuhi dengan ego, maka kita hanya akan mendengar jawaban yang ingin kita dengar. Bukan yang semestinya kita dengar. Padahal, apa yang kita inginkan tidak selalu sama dengan yang seharusnya itu kan? Hanya hati yang bersih, yang bisa memberikan jawaban terbaiknya sahabatku. Dan hanya dengan hati yang bersih itu juga kita bersedia untuk memperlakukan anak buah kita dengan cara yang lebih baik.

Memanusiakan mereka, jika Anda ingin menyebutkan demikian. Dan yang namanya memanusiakan manusia itu bukan hanya perlakuan atau perkataan sopan saja. Melainkan juga mendengarkan aspirasinya. Mempedulikan pendapatnya. Mengembangkannya. Mendidiknya. Melatihnya. Membantunya untuk mencapai puncak kapasitas dirinya. Dan sudah menjadi sifat dasar manusia juga bahwa; jika mereka diperlakukan secara manusiawi, maka mereka akan mau memberikan performa terbaik dalam kesetiaan tertingginya. Insya Allah.

Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman 

Catatan Kaki:
Anak buah kita memang membutuhkan imbalan berupa gaji dan bonus. Tetapi, lebih dari itu semua; mereka membutuhkan perlakukan yang manusiawi. Jika kita bisa memberikannya, maka mereka akan dengan senang hati mempersembahkan kinerja terbaiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar