Tidak Perlu Berjanji Jika tidak Bisa Ditepati

Setiap kita tentu tak luput dari janji dan hutang dalam kehidupan keseharian. Berapa banyak janji yang sudah kita berikan kepada orang lain ? Siapapun ia, apapun profesi pekerjaannya, apapun status hubungannya dengan kita, dalam bentuk apakah yang kita janjikan, dan seterusnya.

Rasanya memang tidak aneh, disadari atau tidak hampir dikatakan kita memberikan janji-janji kepada orang lain dengan jutaan tujuan di balik manisnya janji, dilaksanakan tidak dilaksanakan, dipenuhi atau tidak dipenuhi, menepati atau mengingkarinya, mengingat atau melupakannya, begitu mewarnai kristal-kristal janji yang berkilau ketika ditepati dan meredupnya cahaya ketika diingkari.

Mungkin saja sebagian orang sangat meremehkan sebuah janji. Jika kita pahami dengan baik janji adalah utang yang harus kita bayar dan ditepati.

Bila menengok kehidupan komunikasi dan interaksi kita sehari-hari dengan berbagai macam orang dengan berbeda status, lingkungan, keadaan, profesi, dan sebagainya, bisa jadi kita banyak melihat diri dan orang lain menggunakan janji dengan dengan berbagai tujuan dari sekedar menyenangkan hati orang lain, perbaikan kinerja dan perilaku, bahkan sampai dengan berupaya menyelamatkan diri dari sesuatu yang mengancam jiwa.

Ada seorang karyawan yang telah berjanji untuk mengajak buah hatinya minggu ini berjalan-jalan ke luar kota atau sekedar ke pusat perbelanjaan sebagai balasan atas habis waktunya yang telah dipergunakan untuk kerja lembur dan seringnya bertugas ke luar kota. Ada Seorang ayah berjanji membelikan sebuah sepeda mini yang bagus atau hadiah yang diinginkan sebagai hadiah kenaikan kelas putranya esok hari. Atau seorang Ibu berjanji menemani putrinya untuk mengerjakan PR sekolahnya atau sekedar menyanyikan lagu pengantar tidur malam ini setelah pulang dari kantor. Ada seorang teman mengajak untuk partisipasi dalam berbagai proyek pekerjaan dan usaha, dan seterusnya.. .

Apa yang terjadi dan kita bayangkan, saat sang anak mengetahui janji-janji yang telah diterima dari ayah ibunya berkali-kali tidak ditepatinya, mungkin bagi sang ayah dan ibu, kejadian itu dianggap sepele dan dapat dilakukannya di lain waktu. Tapi bagi si anak, hatinya luka dan kecewa. Apa arti sebuah janji kalau tidak bisa dipercaya? Kalau lain kali ibunya berjanji seperti itu lagi, apakah anaknya masih bisa mempercayainya?

Bagaimana dengan istri atau suami ataupun pasangan kita, tentu saja kita pernah satu kali, dua kali, sepuluh kali, bahkan ratusan kali memberikan janji, entah berjanji merubah kebiasaan buruk kita, merubah perangai yang kurang layak, kembali kepada komitmen bersama, senantiasa menyadari dan menjaga sebuah keharmonisan yang tulus, atau sekedar selalu mengingat akan menjaga kesehatan diri dan ribuan janji-janji lainnya. Pertanyaannya : sudah seberapa banyak janji yang telah ditepati dan berapa banyak janji yang diingkari?

Lalu bagaimana kita berjanji dengan teman, sahabat atau bahkan kepada rekan kerja, atasan, perusahaan bahkan kepada pelanggan kita ? coba renungkan sejenak, apa saja janji yang telah kita ucapkan dan berikan, apa saja kata-kata manis yang akan kita realisasikan dan buktikan nanti kepada mereka, seberapa banyak dari mereka yang berterima kasih untuk janji yang telah kita tepati. Seberapa banyak dari mereka yang mengingatkan kita kembali akan janji yang telah kita sebarkan, seberapa banyak kecewa bahkan kecewa dari mereka atas pengingkaran yang telah kita lakukan.

Sebaliknya bisa jadi kita pun pernah mengalami mendapatkan pengingkaran janji dari orang lain entah pasangan hidup, orang-orang yang terdekat, rekan-rekan kerja di kantor, atasan atau pimpinan di kantor tempat kita berkarya, ataupun dari para pelanggan entah apapun bentuknya dari sekedar bertemu semata, materi, promosi jabatan, fasilitas, sampai dengan perubahan perilaku atau kebiasaan yang lebih baik. Mungkin saja membuat kita gundah, kecewa, sedih, marah, dan sebagainya.

Itulah realitas kehidupan yang kita alami dan hadapi. Janji memang kadang bahkan seringkali mudah terucap. Kita kadang mudah tergoda untuk mengucapkan janji pada orang lain bahkan dengan sumpah atas nama Tuhan untuk berupaya menyakinkan orang lain agar yakin atas janji yang kita berikan atau hanya sekedar untuk menunjukkan pada orang lain bahwa kita baik. Kemarin berjanji hari ini diingkari.

Janji tetaplah janji, janji adalah hutang yang harus ditepati dan dimintakan pertanggungjawabnya kelak. Tak perlulah kita mudah berjanji jika kita tidak begitu yakin ditepati dan hanya tuk mendapatkan decak kagum dan pujian orang lain, karena menepati janji yang pernah diucapkan jauh lebih penting dan berharga ketimbang Janji indah cuma pepesan kosong.

Pertanyaannya adalah apa yang kita pikirkan di saat kita telah berjanji kepada Sang Pencipta untuk menjadi manusia yang lebih berkualitas, menjadi manusia yang memiliki ber-akhlak terpuji, menjadi manusia yang selalu bersyukur dan menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganNYA?

Be Positive and Be Grateful !

Mohamad "Bear" Yunus

4 komentar:

  1. keren nih artikel..

    emang susah klo waktu dan tempat ga pas. terkadang orang tidak bisa menepati janji jika dalam keadaan yg tidak memungkinkan..misalkan macet atau overmacht (kejadiaan alam)..

    nice blog :)

    Mobil Sedan Corolla

    BalasHapus
  2. Mangkanya dari sekarang saya tidak mau berjanji

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaa... emang kudu ati-ati klo berjanji.. makasih kunjungannya

      Hapus